Selasa, 02 Februari 2021

RSUD dr Moewardi Solo Teliti Tali Pusat untuk Terapi COVID-19

 RSUD dr Moewardi (RSDM) memulai penelitian tali pusat untuk terapi penyembuhan pasien COVID-19. Kandungan sel punca (stem cell) pada tali pusat dinilai bisa membantu penyembuhan pasien COVID-19 tingkat berat.

Ketua Komite Stem Cell RSDM Solo, Dr. dr. Bintang Soetjahjo Sp.OT(K) menjelaskan sel punca adalah sel yang belum terdiferensiasi seingga memiliki kemampuan untuk berkembang biak dan berdiferensiasi menjadi sel-sel lain yang lebih spesifik pada tubuh manusia.


"Dengan sifat antiperadangan dan immunomodulatori, diharapkan sel punca mampu mencegah badai sitokin pada COVID-19 sehingga akan menghambat perburukan dan kematian dari pasien COVID-19, serta lama rawat inap menjadi lebih singkat," kata Bintang di RSDM Solo, Senin (1/2/2021).


Bintang mengatakan sebetulnya sel punca juga dapat ditemukan di sumsum tulang, lemak, plasenta atau jaringan lain. Namun penelitian kali ini diputuskan untuk menggunakan tali pusat.


"Kita pakai tali pusat karena memiliki kandungan stem cell paling tinggi," kata dia.


Adapun tali pusat yang dimaksud ialah tali pusat dari proses melahirkan. Satu tali pusat dapat diekstrak menjadi obat untuk banyak pasien.


Tentu proses untuk menjadikan tali pusat menjadi obat tidak sederhana. Butuh penelitian panjang agar kandungan sel punca dalam tali pusat bisa betul-betul menjadi alternatif pengobatan.


"Kita ambil dari sel orang lain, kita processing dan hilangkan semua yang menyebabkan penolakan tubuh. Sehingga diharapkan dapat digunakan secara aman," ujar dia.


Menurutnya, proses penelitian harus dilakukan di laboratorium khusus yang memiliki izin Kementerian Kesehatan. Proses pembuatan obat pun diawasai Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).


"Stem cell yang instan atau yang siap pakai ini diperlukan di saat seperti ini. Pembuatannya di laboratorium yang memenuhi syarat, dengan pengawasan ketat, dan cara pembuatannya harus berizin BPOM," katanya.


Sementara itu, Direktur RSDM Solo, Cahyono Hadi, mengatakan penelitian kali ini dilakukan kepada 42 pasien. Produk ASPMN-TP yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari PT Bifarma Adiluhung yang sudah memiliki sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).


"Penelitian ini untuk mengevaluasi efektivitas dan keamanan pemberian intravena alogenik sel punca mesenkimal normoksia berasal satu donor tali pusat ASPMN-TP sebagai terapi penyembuhan pada pasien COVID-19 level berat dengan jumlah sampel 42 pasien yang dibagi dalam 3 center," ujar Cahyono.

https://kamumovie28.com/movies/collective-invention/


Perbedaan HIV dan AIDS, Dua Hal yang Kerap Dikira Sama


HIV-AIDS merupakan penyakit yang sampai saat ini jadi momok di tengah masyarakat. Salah satu faktor penyebabnya karena banyak mitos dan hoax keliru seputar HIV-AIDS. Termasuk, soal perbedaan HIV dan AIDS.

Terkait hal tersebut, tahukah kamu bahwa HIV dan AIDS sebetulnya dua hal yang berbeda? Berikut perbedaan HIV dan AIDS seperti dirangkum detikcom dari berbagai sumber:


1. HIV

HIV adalah singkatan dari human immunodeficiency virus. Dengan kata lain HIV adalah nama dari virus yang pertama kali diketahui tahun 1980-an ini.


Dikutip dari Avert.org, HIV dipercaya berasal dari daerah Kinshaha, Republik Kongo. Peneliti menyebut kemungkinan virus ini melakukan lompatan spesies, dari yang tadinya menginfeksi simpanse jadi bisa menginfeksi manusia.


Kasus-kasus awal infeksi HIV yang dilaporkan sebagian besar muncul pada kelompok pria homoseksual di Amerika Serikat (AS). Kala itu dokter menyebut ada berbagai kasus penyakit langka yang muncul bersamaan pada kelompok tersebut berkaitan dengan masalah melemahnya imun.


Pada akhir tahun 1981 dilaporkan ada 270 pria homoseksual yang mengalami masalah imun. Sebanyak 121 orang di antaranya meninggal dunia.


Tahun 1987 obat antiretroviral pertama untuk HIV, zidovudine, mendapat izin Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA).

https://kamumovie28.com/movies/chongqing-hot-pot/


Dirjen WHO Sebut Pandemi COVID-19 Bisa Segera Diakhiri

 Sudah setahun sejak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan virus Corona COVID-19 sebagai ancaman darurat kesehatan global. Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyebut pandemi sebetulnya bisa saja diakhiri di tahun 2022.

Tedros menyebut di awal pandemi ada sejumlah negara yang langsung mengikuti imbauan WHO. Namun ada juga yang tidak mempedulikan dan kini dampaknya harus ditanggung bersama dengan virus berhasil menyebar luas.


Terhitung hingga tanggal 1 Februari 2021, WHO mencatat sudah ada lebih dari 100 juta kasus COVID-19 yang dikonfirmasi. Dari jumlah tersebut sekitar 2,2 juta orang dilaporkan meninggal dunia.


Bagi yang sudah sembuh pun belum tentu kondisi tubuhnya bisa kembali normal. Tedros menyebut sebagian pasien sembuh masih harus menghadapi gejala-gejala sisa yang disebut sebagai long COVID.


"Kejadian pahit ini membuat komunitas dan kesadaran kolektif kita terluka. Penderitaan yang harus dirasakan oleh mereka dengan long COVID, yang saya sendiri kenal banyak, sangat membuat hati ini sedih," tulis Tedros pada Guardian dan dikutip Senin (1/2/2021).


Tedros mengatakan dunia memiliki kesempatan kedua dengan rampungnya vaksin COVID-19. Untuk itu ia lagi-lagi mengimbau agar tiap negara mendengarkan saran WHO berbagi suplai vaksin dengan adil, sehingga tidak ada penduduk dunia yang ketinggalan.


Negara juga disebut jangan lengah, melonggarkan upaya pengendalian hanya karena ada vaksin. Tedros mengingatkan agar kemampuan tes dan pelacakan terus ditingkatkan sehingga tiap kasus COVID-19 bisa diisolasi dengan baik.


"Supaya kita bisa terus berada di depan perkembangan virus, kita harus mengutamakan sains. Terutama saat kita mengetahui munculnya varian-varian baru," ungkap Tedros.


"Bila kita berhasil, kita bisa kembali dalam jalur mengendalikan pandemi. Dan di momen ini di tahun depan, kita akan melihat semua negara dan semua komunitas berada di dunia yang lebih sehat, aman, dan berkelanjutan untuk masa depan," pungkasnya.

https://kamumovie28.com/movies/bride-wars-2/


RSUD dr Moewardi Solo Teliti Tali Pusat untuk Terapi COVID-19


RSUD dr Moewardi (RSDM) memulai penelitian tali pusat untuk terapi penyembuhan pasien COVID-19. Kandungan sel punca (stem cell) pada tali pusat dinilai bisa membantu penyembuhan pasien COVID-19 tingkat berat.

Ketua Komite Stem Cell RSDM Solo, Dr. dr. Bintang Soetjahjo Sp.OT(K) menjelaskan sel punca adalah sel yang belum terdiferensiasi seingga memiliki kemampuan untuk berkembang biak dan berdiferensiasi menjadi sel-sel lain yang lebih spesifik pada tubuh manusia.


"Dengan sifat antiperadangan dan immunomodulatori, diharapkan sel punca mampu mencegah badai sitokin pada COVID-19 sehingga akan menghambat perburukan dan kematian dari pasien COVID-19, serta lama rawat inap menjadi lebih singkat," kata Bintang di RSDM Solo, Senin (1/2/2021).


Bintang mengatakan sebetulnya sel punca juga dapat ditemukan di sumsum tulang, lemak, plasenta atau jaringan lain. Namun penelitian kali ini diputuskan untuk menggunakan tali pusat.


"Kita pakai tali pusat karena memiliki kandungan stem cell paling tinggi," kata dia.


Adapun tali pusat yang dimaksud ialah tali pusat dari proses melahirkan. Satu tali pusat dapat diekstrak menjadi obat untuk banyak pasien.


Tentu proses untuk menjadikan tali pusat menjadi obat tidak sederhana. Butuh penelitian panjang agar kandungan sel punca dalam tali pusat bisa betul-betul menjadi alternatif pengobatan.


"Kita ambil dari sel orang lain, kita processing dan hilangkan semua yang menyebabkan penolakan tubuh. Sehingga diharapkan dapat digunakan secara aman," ujar dia.

https://kamumovie28.com/movies/bride-wars/