CEO Ericsson Borje Ekholm mengambil langkah yang menarik perhatian, yaitu membela Huawei dan meminta pemblokiran penggunaan perangkat telekomunikasi buatan Huawei dan juga ZTE.
Padahal, bisa dibilang Ericsson adalah salah satu rival Huawei dalam hal penyedia perangkat telekomunikasi. Namun Ekholm punya pemikiran tersendiri terkait permintaannya untuk membuka blokir Huawei tersebut.
Dilansir dari GSM Arena, Selasa (5/1/2021) Ekholm dilaporkan mencoba membujuk Menteri Perdagangan Internasional Swedia Anna Hallberg untuk membuka pemblokiran terhadap Huawei dan ZTE tersebut, yang mewajibkan perusahaan telekomunikasi di Swedia untuk tak lagi menggunakan peralatan 5G buatan Huawei dan ZTE pada awal 2025.
Namun menurut Ekholm, pemblokiran ini malah akan berdampak buruk pada pasar dan berisiko menciptakan fragmentasi pasar 5G dan menghambat inovasi. Ekholm pun mengirimkan sejumlah pesan ke Menteri Hallberg untuk mempertimbangkan kembali pemblokiran tersebut.
Pemblokirannya sendiri diputuskan oleh Swedish Post and Telecom Authority (PTS), setelah adanya pertimbangan dari pihak militer dan kepolisian Swedia terhadap penggunaan peralatan yang dibuat oleh perusahaan privat, yang dekat dengan pemerintahan China.
Sementara bagi Ericsson sendiri, selain menjadi rival terbesar Huawei dalam hal perangkat telekomunikasi, mereka juga menerima pemasukan yang cukup besar dari penjualannya di China. Yaitu sekitar 10% dari total penjualan mereka berasal dari China.
Pemerintah China pun pada Oktober lalu sudah mengancam pemerintah Swedia jika tetap melakukan pemblokiran tersebut. Yaitu akan ada dampak negatif yang dihadapi oleh perusahaan asal Swedia. Namun Perdana Menteri Swedia Stefan Lofven tetap bergeming, dan bersikukuh kalau pemerintah Swedia tetap akan melakukan pemblokiran terhadap Huawei dan ZTE.
Swedia adalah satu dari beberapa negara yang memblokir Huawei. Negara lain yang juga melakukan pemblokiran itu adalah Australia, Selandia Baru, Jepang, Taiwan, dan tentunya Amerika Serikat.
https://tendabiru21.net/movies/tears/
Data Aplikasi Pelacak COVID-19 Bisa Dipakai Polisi di Singapura
Banyak pemerintahan di seluruh dunia telah memanfaatkan teknologi untuk membuat aplikasi pelacak COVID-19 yang bertujuan untuk menghambat penyebaran virus Corona.
Dengan aplikasi tersebut nantinya dapat diidentifikasikan bagi pengguna yang positif Corona melakukan kontak terakhir dengan siapa atau sebaliknya.
Langkah tersebut dinilai sangat penting dalam memerangi pandemi tetapi juga menimbulkan isu terkait masalah privasi.
Namun demikian justru pemerintahan Singapura telah mengonfirasi bahwa data yang mereka peroleh dari aplikasi pelacakan COVID-19 yang dinamai TraceTogether akan digunakan untuk membantu kepolisian dalam penyelidikan kasus kriminal.
Dilansir detiKINET dari Ubergizmo, Selasa (5/1/2021) aplikasi dan token yang dapat dikenakannya telah mengalami hampir 80% adopsi yang merupakan salah satu tingkat penetrasi tertinggi di dunia.
Artinya, ada banyak data tentang pengguna dan keberadaan mereka yang dapat digunakan penegak hukum jika mereka perlu melacak seorang tersangka dalam penyelidikan kriminal, atau pencarian barang bukti.
Pemerintah Singapura sebelumnya telah berusaha meyakini warganya dengan mengatakan bahwa data tidak akan pernah diakses kecuali pengguna dinyatakan positif dan bahwa data yang disimpan akan dienkripsi dan disimpan selama maksimal 25 hari sebelum dihapus.
Namun, pemerintah kini telah mengonfirmasi bahwa berdasarkan KUHAP, Kepolisian Singapura dapat memperoleh data apa pun yang mereka butuhkan, termasuk data dari aplikasi TraceTogether.
https://tendabiru21.net/movies/tears-for-you/