Sabtu, 17 Oktober 2020

4 Alasan untuk Tidak Makan Sambil Berdiri

 Makan sambil berdiri rupanya bukan saja tidak enak dilihat. Secara anatomi, juga memberikan sejumlah dampak negatif salah satunya jadi cepat gemuk.

Banyak orang menganggap makan sambil berdiri dapat membakar kalori, sehingga bisa menurunkan berat badan. Padahal, makan sambil berdiri bisa bikin nafsu makan tidak terkontrol.


Selain itu, menurut Times of India, ini 4 alasan mengapa makan sambil berdiri tidak dianjurkan untuk kesehatan:


1. Mempengaruhi sistem pencernaan

Postur tubuh saat makan sangat memengaruhi sistem pencernaan. Makan sambil berdiri rupanya dapat mengosongkan perut lebih cepat. Sebelum diproses untuk dipecah menjadi partikel yang sangat halus, makanan akan langsung memasuki usus. Hal ini mengakibatkan meningkatnya tekanan di usus, sehingga terjadilah masalah pencernaan.


2. Mendorong makan berlebihan

Saat berdiri sambil makan, proses pencernaan akan bekerja lebih cepat. Akibatnya, otak tidak pernah tahu apakah perut sudah kenyang atau belum. Hal ini mendorong perilaku makan berlebihan. Berbeda dengan makan sambil duduk yang dapat membuat proses pencernaan menjadi lambat, sehingga mampu meningkatkan perasaan kenyang.


3. Cepat merasa lapar

Cara termudah untuk mengetahui apakah masih lapar atau kenyang adalah dengan merasakan berapa banyak makanan yang ada di perut. Menurut para ahli, makan dalam posisi berdiri dapat membuat sistem pencernaan 30 persen lebih cepat dalam mencerna makanan. Hal ini akan menimbulkan rasa lapar hanya setelah beberapa jam makan.


4. Menyebabkan kembung

Proses pencernaan yang cepat bisa berdampak buruk bagi perut. Sebab, usus hanya memiliki sedikit waktu untuk menyerap makanan. Hal ini dapat menghasilkan gas yang menyebabkan kembung. Terbukti bahwa ketika karbohidrat tidak dicerna dengan baik, mereka cenderung berfermentasi di usus dan menyebabkan gas dan kembung.

https://indomovie28.net/men-in-black-ii/


Seberapa Sering Pria Harus Ejakulasi Agar Tak Kena Kanker Prostat?


Ejakulasi atau keluarnya sperma memiliki sejumlah manfaat bagi tubuh. Beberapa manfaatnya seperti sarana membakar kalori, meredakan stres, memperbaiki suasana hati dan lain sebagainya.

Pertanyaannya, seberapa sering idealnya seorang pria ejakulasi?


Dalam kondisi normal, pria dapat menghasilkan 1.500 sel sperma setiap detik dan jutaan dalam sehari. Dikutip dari Medical News Today, tidak ada patokan baku mengenai ejakulasi yang harus dilakukan pria dalam seminggu. Hal ini karena patokan tersebut dapat berbeda bagi tiap individu tergantung kondisi kesehatan, status hubungan, dan faktor lainnya.


Hal ini diperkuat dengan studi di Amerika Serikat pada tahun 2015, yang meneliti mengenai ejakulasi yang dilakukan pria. Faktanya, pria paling sering ejakulasi dari bercinta dengan pasangannya saat berusia 25-29 tahun.


Frekuensi ini cenderung menurun seiring bertambahnya usia. Hingga kini, belum ada patokan baku frekuensi ideal pria mengeluarkan sperma dalam seminggu, baik itu melalui masturbasi atau bersama pasangannya. Dampak sering ejakulasi bagi tubuh juga tidak dapat disamaratakan tiap individu.


Namun pada penelitian yang dilakukan European Urology pada akhir 2016 yang meneliti 31.925 pria menemukan bahwa ejakulasi setidaknya 21 kali sebulan bisa mengurangi risiko kanker prostat pada pria. Maka dalam seminggu, pria dianjurkan untuk ejakulasi sebanyak 4 kali untuk mencegah kanker prostat.


Penelitian lebih lanjut untuk mengkaji hubungan antara kanker prostat dan frekuensi ejakulasi harus dilakukan. Hal ini dikarenakan penelitian tersebut hanya mengandalkan laporan dari responden dalam medio 1992 sampai 2010. Perlu adanya uji laboratorium terkontrol untuk menganalisis hal tersebut.


Penelitian lain pada tahun 2004 juga berupaya membuktikan kaitan ejakulasi dengan risiko kanker prostat. Namun, para peneliti menyimpulkan frekuensi ejakulasi tidak signifikan memengaruhi faktor risiko kanker prostat. Faktor kesehatan adalah faktor yang paling mempengaruhi munculnya kanker prostat pada pria.

https://indomovie28.net/raging-phoenix/

Peneliti Sebut Pasien Reinfeksi COVID-19 Sakit Lebih Parah, Kok Bisa?

  Seorang pria di Amerika Serikat mengalami reinfeksi COVID-19 dan mengembangkan gejala yang lebih parah dari sebelumnya. Kasus ini adalah reinfeksi pertama di AS dan reinfeksi kelima yang dilaporkan di seluruh dunia.

Dalam laporan di jurnal medis The Lancet, pria berusia 25 tahun tersebut awalnya dinyatakan positif COVID-19 pada April dengan gejala batuk dan mual. Pada Mei, ia akhirnya dinyatakan negatif COVID-19.


Hanya saja, di akhir Mei, pria tersebut mengunjungi UGD karena mengalami gejala batuk, demam, dan pusing. Awal Juni, ia kembali dinyatakan positif COVID-19.


Saat terinfeksi kedua kalinya, pria tersebut mengalami hipoksia atau kadar oksigen rendah dan sesak napas sehingga memerlukan bantuan oksigen.


"Temuan kami menandakan bahwa infeksi sebelumnya mungkin tidak selalu melindungi terhadap infeksi di masa depan. Infeksi ulang dapat memiliki implikasi signifikan bagi pemahaman kita tentang kekebalan Covid-19," kata Dr Mark Pandori, dari University of Nevada, dikutip dari BBC.


Sebelumnya kasus reinfeksi dengan gejala parah juga dialami oleh pasien COVID-19 di Ekuador dan Belanda. Pasien di Belanda bahkan dinyatakn meninggal setelah alami reinfeksi.


Ada alasan mengapa reinfeksi menyebabkan pasien COVID-19 sakit lebih parah. Menurut ahli, bisa jadi mereka terpapar virus pada tingkat yang lebih tinggi untuk kedua kalinya.


Hanya saja sulit untuk memastikan kasus di mana seseorang terinfeksi dua kali. Ilmuwan harus memiliki usapan hidung dari infeksi pertama dan kedua untuk membandingkan genom dari kedua sampel virus.

https://indomovie28.net/simcheong-yasa-2/


4 Alasan untuk Tidak Makan Sambil Berdiri


Makan sambil berdiri rupanya bukan saja tidak enak dilihat. Secara anatomi, juga memberikan sejumlah dampak negatif salah satunya jadi cepat gemuk.

Banyak orang menganggap makan sambil berdiri dapat membakar kalori, sehingga bisa menurunkan berat badan. Padahal, makan sambil berdiri bisa bikin nafsu makan tidak terkontrol.


Selain itu, menurut Times of India, ini 4 alasan mengapa makan sambil berdiri tidak dianjurkan untuk kesehatan:


1. Mempengaruhi sistem pencernaan

Postur tubuh saat makan sangat memengaruhi sistem pencernaan. Makan sambil berdiri rupanya dapat mengosongkan perut lebih cepat. Sebelum diproses untuk dipecah menjadi partikel yang sangat halus, makanan akan langsung memasuki usus. Hal ini mengakibatkan meningkatnya tekanan di usus, sehingga terjadilah masalah pencernaan.


2. Mendorong makan berlebihan

Saat berdiri sambil makan, proses pencernaan akan bekerja lebih cepat. Akibatnya, otak tidak pernah tahu apakah perut sudah kenyang atau belum. Hal ini mendorong perilaku makan berlebihan. Berbeda dengan makan sambil duduk yang dapat membuat proses pencernaan menjadi lambat, sehingga mampu meningkatkan perasaan kenyang.


3. Cepat merasa lapar

Cara termudah untuk mengetahui apakah masih lapar atau kenyang adalah dengan merasakan berapa banyak makanan yang ada di perut. Menurut para ahli, makan dalam posisi berdiri dapat membuat sistem pencernaan 30 persen lebih cepat dalam mencerna makanan. Hal ini akan menimbulkan rasa lapar hanya setelah beberapa jam makan.


4. Menyebabkan kembung

Proses pencernaan yang cepat bisa berdampak buruk bagi perut. Sebab, usus hanya memiliki sedikit waktu untuk menyerap makanan. Hal ini dapat menghasilkan gas yang menyebabkan kembung. Terbukti bahwa ketika karbohidrat tidak dicerna dengan baik, mereka cenderung berfermentasi di usus dan menyebabkan gas dan kembung.

https://indomovie28.net/special-private-secretary/