Beberapa waktu lalu, sempat heboh adanya penemuan virus Corona di dalam makanan beku. Hal ini memicu kekhawatiran masyarakat bahwa virus Corona ini bisa ditularkan melalui makanan.
Namun, para ahli mengatakan bahwa kecil kemungkinannya bisa tertular COVID-19 lewat makanan. Menurut mereka, jika masyarakat rajin mencuci tangan usai memegang berbagai permukaan di tempat umum, kemungkinan penularan itu akan sangat kecil.
"Orang-orang tidak perlu terlalu khawatir jika mereka mencuci tangan atau membersihkan tangan setelah memegang sebelum menyentuh wajah," kata seorang ahli penyakit dalam dan gastroenterologi di New York dan asisten profesor di Touro College of Medicine, Dr Niket Sonpal yang dikutip dari Healthline, Jumat (2/10/2020).
Selain itu, Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) mengatakan risiko perkembangan COVID-19 pada makanan juga sangat rendah. Mereka mengatakan sampai saat ini tidak ada kasus terkait penanganan COVID-19 pada makanan kemasan.
Menurut CDC dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), saat ini juga belum ada bukti yang menunjukkan adanya penularan COVID-19 dari makanan, sayuran, dan buah-buahan. Tetapi, karena awal kasus Corona ini dikaitkan dengan pasar makanan laut segar di China, inilah yang membuat banyak orang khawatir.
Terlebih sebelumnya ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa virus Corona bisa hidup di salmon segar hingga satu minggu lamanya.
"Untuk mencegah ini terjadi, para konsumen harus benar-benar mencuci bersih produk-produk yang akan dikonsumsi dengan air," jelas Dr Daniel Devine, ahli penyakit dalam dan ahli geriatri.
"CDC juga merekomendasikan untuk tidak menggunakan sabun, alkohol, pemutih, ataupun pembersih lainnya untuk membersihkan makanan. Tapi, para konsumen bisa menggosok produk tersebut sampai bersih dengan sikat yang bersih dan air dengan suhu biasa," lanjutnya.
Davine juga tidak menganjurkan untuk membersihkan makanan yang dikemas dalam plastik dengan disinfektan. Ini karena cairan disinfektan itu bisa saja mencemari makanan yang akan dikonsumsi.
https://kamumovie28.com/g-i-joe-retaliation/
Remdesivir Dapat Izin BPOM untuk COVID-19, Ini Efek Samping dan Cara Kerjanya
Remdesivir disetujui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk obat COVID-19. Remdesivir dengan merek jual Covifor mulai dipasarkan dan didistribusikan PT Kalbe Farma.
Produk Covifor diproduksi oleh perusahaan asal India, Hetero. "Mulai hari ini barang sudah siap, jadi produk Covifor (remdesivir) sudah siap dipasarkan dan didistribusikan ke seluruh Indonesia melalui jaringan pemasaran dan distribusi dari Kalbe," ungkap Vidjongtius, President Director of PT Kalbe Farma Tbk dalam konferensi pers Kalbe dan PT Amarox Pharma Global, Kamis (1/10/2020).
Berikut efek samping hingga cara kerja dan harga remdesivir atau Covifor.
1. Diuji coba di 25 pasien COVID-19
Menurut spesialis paru dr Erlina Burhan dari RS Persahabatan, ada 25 pasien RS Persahabatan yang akan diuji coba remdesivir. Mereka akan diberi remdesivir 200 miligram di hari pertama. Kategori pasien yang diberikan remdesivir salah satunya tidak boleh memiliki riwayat penyakit ginjal.
"Dan pemberian diberikan melalui infus ya hari pertama adalah 200 miligram hari berikutnya bisa sampai 5 hari 10 hari sebanyak 100 miligram saja," beber dr Erlina dalam acara yang sama.
2. Efek samping remdesivir
Pasien COVID-19 yang memiliki riwayat penyakit liver atau ginjal disebut dr Erlina tidak diperkenankan diberikan remdesivir. Hal ini terkait dugaan efek samping remdesivir pada pasien COVID-19.
"Jadi efek samping dari remdesivir ini adalah diduga akan mempengaruhi hati atau liver dan juga ginjal. Oleh sebab itu pada uji coba yang akan kita lakukan, kita akan mengeluarkan pasien-pasien dengan masalah liver dan juga sakit ginjal," lanjut dr Erlina.
3. Cara kerja remdesivir
dr Erlina menjelaskan remdesivir bisa menghambat replikasi virus. Hal ini bisa membuat pasien COVID-19 terhindar dari kondisi yang parah.
"Cara kerjanya adalah bahwa remdesivir ini menghambat replikasi virus. Jadi mudah-mudahan replikasi virus ini akan dihambat sehingga tidak terjadi keparahan yang lebih lanjut, dan kemudian sistem imunitas bisa dikendalikan," jelasnya.
4. Remdesivir tidak dijual bebas di apotek
Namun, remdesivir atau Covifor buatan perusahaan farmasi India Hetero, tidak dijual secara bebas di apotek. Hal ini dikarenakan penggunaan remdesivir atau Covifor untuk obat COVID-19 oleh BPOM bersifat emergency use.
"Jadi karena ini (remdesivir atau Covifor) adalah approval dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) adalah otorisasi penggunaan darurat ya jadi emergency use authorization, jadi semua penanganannya, atau distribusi obat tersebut (Covifor) ini akan langsung ke rumah sakit," tegas Vidjongtius President Director of PT Kalbe Farma.
https://kamumovie28.com/mann-2/