Jumat, 04 September 2020

Ahli Epidemiologi Kritik Hukuman Masuk Peti: Dikubur Saja Sekalian

 Video pemberian sanksi terhadap pelanggar protokol COVID-19 saat PSBB Transisi Jakarta mendadak viral. Video tersebut memperlihatkan warga yang tidak memakai masker diberi sanksi masuk peti mati.
Peristiwa itu terjadi pada Rabu (2/9/2020) di Perempatan Gentong RT 11 RW 11, Kalisari, Pasar Rebo, Jakarta Timur. Selain itu, pemberian sanksi kepada masyarakat yang tidak menggunakan masker juga dilakukan pemerintah Kabupaten Bogor dengan memasukkan mereka yang melanggar ke dalam ambulans berisi keranda mayat.

Mengomentari kejadian tersebut, ahli epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Pandu Riono, menjelaskan hukuman seperti ini tidak memberikan efek jera bagi pelanggar.

"Kalau mau nakutin, ya yang benar-benar. Kalau gitu (peti mati) yang bercanda saja nggak ada efeknya," kata dr Pandu, saat dihubungi detikcom, Jumat (4/9/2020).

"Kalau mau dikubur sekalian," papar dr Pandu.

Hukuman yang bisa diberikan kepada masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan bisa dengan memberikan edukasi kepada mereka tentang pentingnya mematuhi protokol kesehatan dan dampaknya bila melanggar. Pemberian edukasi, menurut dr Pandu, dinilai lebih efektif daripada memberikan hukuman yang tidak menimbulkan efek jera.

"Sebaiknya mereka disadarkan, diedukasi aja, dikumpulkan orang-orang yang melanggar ini, disuruh menjawab pertanyaan dari hasil edukasi yang diberikan. Kalau masih salah belum lulus, lalu diedukasi lagi sampai dia lulus," pungkas dr Pandu.

Meksiko Catatkan Rekor Kematian Petugas Kesehatan Tertinggi di Dunia

Sebuah organisasi non-pemerintah, Amnesty International mengungkapkan bahwa Meksiko kini menjadi negara dengan kematian petugas kesehatan paling banyak di dunia, akibat dari pandemi virus Corona yang melanda. Menurut organisasi tersebut, kematian petugas kesehatan di negara tersebut adalah yang terbanyak di bumi.
Dari 7.000 petugas medis yang meninggal di dunia akibat virus Corona, 1.320 di antaranya terjadi di Meksiko. Sementara di negara lain jumlahnya masih di bawahnya, seperti Amerika Serikat 1.077 kasus, Brasil 634 kasus, dan India 573 kasus.

"Berbulan-bulan pandemi ini berlangsung, banyak petugas kesehatan yang meninggal di negara-negara seperti Meksiko, Brasil, dan AS," kata Steve Cockburn, Kepala Keadilan Ekonomi dan Sosial di Amnesty International yang dikutip dari Reuters, Jumat (4/9/2020).

"Harus ada kerja sama global untuk memastikan semua petugas kesehatan diberikan alat pelindung yang memadai, sehingga mereka bisa melanjutkan pekerjaan vital mereka tanpa mempertaruhkan nyawa mereka sendiri," lanjutnya.

Berdasarkan analisis Reuters terhadap data pemerintah Meksiko pada Agustus lalu, risiko kematian para petugas kesehatan di negara tersebut ternyata empat kali lebih tinggi daripada di Amerika Serikat. Bahkan jumlah ini delapan kali lebih besar dari Brasil.

Amnesty meminta agar diberikan bantuan lebih banyak untuk para petugas medis. Sebagai contoh, Brasil juga sempat mengeluh kurangnya alat pelindung diri atau APD.

"Sepanjang pandemi, pemerintah telah memuji petugas kesehatan sebagai pahlawan, tetapi begitu banyak pekerja yang meninggal karena kurangnya perlindungan dasar," tegas Cockburn.

Di Meksiko, kasus virus Corona sudah mencapai angka 610.000, dan angka kematiannya hampir 66.000. Bahkan pada awal pekan ini, pemerintah Meksiko mengatakan sebanyak 102.494 petugas kesehatan telah tertular virus Corona.
https://cinemamovie28.com/boyka-undisputed-iv/

Bullying Hantui Dokter Junior, Lebih 'Sakti' Jika Kenal Profesor

 Sudah bukan rahasia, kasus bullying dan senioritas di kalangan para dokter junior kerap terjadi. Alih-alih bisa menjalani aktivitas akademik dengan tenang, seringkali kasus bullying ini bisa membuat sang 'junior' kelelahan dan merasa terbebani.
Seperti yang dikisahkan (F) mahasiswi kedokteran di Jakarta kelahiran 97 yang baru saja selesai menjalani koas di rumah sakit swasta. Ia rela membatasi waktu pribadinya selama koas karena harus menjalani tambahan jam malam. Seperti tidak ada pilihan, yang (F) inginkan hanyalah menyelesaikan masa koasnya.

"Sering disebut dokter koas-dokter koas, kan nyebelin ya. Kayak diremehin. Pernah dikerjain perawat, disuruh tensi seluruh pasien ruangan sekitar ada 60 pasien padahal gue udah nensi (mengukur tensi) nih tadi paginya," sebut (F) saat dihubungi detikcom Jumat (4/9/2020).

Sementara itu, (MK) pria berusia 25 tahun yang baru saja selesai menjalani masa klinik dan pre klinik di Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) salah satu universitas di Indonesia, mengaku kasus bullying memang kerap terjadi. Namun, (MK) menyebut kasus bullying tidak pernah dialami oleh junior yang memiliki kenalan profesor, dokter, maupun konsulen.

"Kalau dia ada hubungan keluarga, ponakan, sudah itu mah sakti. Nggak akan kena apapun, malah dia diistimewakan," ungkap (MK).

"Contoh nih ya gigi kamu patah, terus aku tambal nih, tambal, udah paling bagus lah paling rapi. Tapi, kalau dosennya lagi pusing, lagi stres, lagi uring-uringan, tambalan sebagus apapun itu nggak di-acc," jelasnya.

Bagi yang memiliki kenalan, MK menyebut mereka pasti mendapatkan perlakuan spesial. Termasuk dalam bidang akademis.

"Beda cerita kalau (misalnya) aku keponakan dosen anu, profesor anu, dosen yang tadi dosen udah pulang, terus misalnya di-WA mau ACC, yaudah fotokan saja (dipermudah)," pungkasnya.

Ahli Epidemiologi Kritik Hukuman Masuk Peti: Dikubur Saja Sekalian

 Video pemberian sanksi terhadap pelanggar protokol COVID-19 saat PSBB Transisi Jakarta mendadak viral. Video tersebut memperlihatkan warga yang tidak memakai masker diberi sanksi masuk peti mati.
Peristiwa itu terjadi pada Rabu (2/9/2020) di Perempatan Gentong RT 11 RW 11, Kalisari, Pasar Rebo, Jakarta Timur. Selain itu, pemberian sanksi kepada masyarakat yang tidak menggunakan masker juga dilakukan pemerintah Kabupaten Bogor dengan memasukkan mereka yang melanggar ke dalam ambulans berisi keranda mayat.

Mengomentari kejadian tersebut, ahli epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Pandu Riono, menjelaskan hukuman seperti ini tidak memberikan efek jera bagi pelanggar.

"Kalau mau nakutin, ya yang benar-benar. Kalau gitu (peti mati) yang bercanda saja nggak ada efeknya," kata dr Pandu, saat dihubungi detikcom, Jumat (4/9/2020).

"Kalau mau dikubur sekalian," papar dr Pandu.

Hukuman yang bisa diberikan kepada masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan bisa dengan memberikan edukasi kepada mereka tentang pentingnya mematuhi protokol kesehatan dan dampaknya bila melanggar. Pemberian edukasi, menurut dr Pandu, dinilai lebih efektif daripada memberikan hukuman yang tidak menimbulkan efek jera.

"Sebaiknya mereka disadarkan, diedukasi aja, dikumpulkan orang-orang yang melanggar ini, disuruh menjawab pertanyaan dari hasil edukasi yang diberikan. Kalau masih salah belum lulus, lalu diedukasi lagi sampai dia lulus," pungkas dr Pandu.
https://cinemamovie28.com/wyrmwood-road-of-the-dead/