Selebgram Revina VT menuai cibiran netizen karena dianggap body shaming. Ia mengomentari penampilan fisik salah seorang pengunjung tempat kebugaran yang menurutnya tidak sedap dipandang.
Veronica Adesla, psikolog dari Personal Growth, mengatakan bahwa seseorang dikatakan body shaming jika kata-kata yang diucapkannya mengandung unsur mempermalukan bentuk tubuh. Unsur mempermalukan ini memberi batas tegas dengan komentar pada umumnya.
Dalam keseharian, ucapan-ucapan berbau body shaming kerap tercetus oleh orang-orang terdekat. Vero menyarankan untuk mengingatkan bahwa hal itu tidak baik dan bisa menyakiti orang lain.
"Kita harus ingatkan dia untuk berhenti ngomong 'Sudahlah nggak usah ngomentarin badan orang lain, kalau emang lu nggak nyaman ada di situ ya menjauh saja tanpa perlu komentar'," saran Vero.
Sedangkan jika yang dikomentari adalah seseorang yang dikenal, maka bisa disampaikan langsung dengan cara yang bijak. Syaratnya, harus kenal dekat agar tidak tersinggung.
"Lu bisa dekatin orangnya dan ngomong kalau misalnya badannya bau mungkin bisa dibilangin 'eh mungkin lu bisa pakai deodoran'," kata Vero mencontohkan.
Jika tidak kenal betul dengan orang yang dikomentari, maka menyingkir adalah pilihan yang lebih bijak daripada menghina. Tetap menyakitkan sekalipun tidak di depan orangnya langsung.
Bullying Hantui Dokter Junior, Lebih 'Sakti' Jika Kenal Profesor
Sudah bukan rahasia, kasus bullying dan senioritas di kalangan para dokter junior kerap terjadi. Alih-alih bisa menjalani aktivitas akademik dengan tenang, seringkali kasus bullying ini bisa membuat sang 'junior' kelelahan dan merasa terbebani.
Seperti yang dikisahkan (F) mahasiswi kedokteran di Jakarta kelahiran 97 yang baru saja selesai menjalani koas di rumah sakit swasta. Ia rela membatasi waktu pribadinya selama koas karena harus menjalani tambahan jam malam. Seperti tidak ada pilihan, yang (F) inginkan hanyalah menyelesaikan masa koasnya.
"Sering disebut dokter koas-dokter koas, kan nyebelin ya. Kayak diremehin. Pernah dikerjain perawat, disuruh tensi seluruh pasien ruangan sekitar ada 60 pasien padahal gue udah nensi (mengukur tensi) nih tadi paginya," sebut (F) saat dihubungi detikcom Jumat (4/9/2020).
Sementara itu, (MK) pria berusia 25 tahun yang baru saja selesai menjalani masa klinik dan pre klinik di Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) salah satu universitas di Indonesia, mengaku kasus bullying memang kerap terjadi. Namun, (MK) menyebut kasus bullying tidak pernah dialami oleh junior yang memiliki kenalan profesor, dokter, maupun konsulen.
"Kalau dia ada hubungan keluarga, ponakan, sudah itu mah sakti. Nggak akan kena apapun, malah dia diistimewakan," ungkap (MK).
"Contoh nih ya gigi kamu patah, terus aku tambal nih, tambal, udah paling bagus lah paling rapi. Tapi, kalau dosennya lagi pusing, lagi stres, lagi uring-uringan, tambalan sebagus apapun itu nggak di-acc," jelasnya.
Bagi yang memiliki kenalan, MK menyebut mereka pasti mendapatkan perlakuan spesial. Termasuk dalam bidang akademis.
"Beda cerita kalau (misalnya) aku keponakan dosen anu, profesor anu, dosen yang tadi dosen udah pulang, terus misalnya di-WA mau ACC, yaudah fotokan saja (dipermudah)," pungkasnya.
https://cinemamovie28.com/love-lesson/