Jumat, 04 September 2020

Curhat Dokter Tangani Corona: Soroti Kapasitas Ruang Isolasi dan Kondisi Nakes

Ketersediaan tempat tidur dan ruang isolasi bukan cuma satu-satunya masalah dalam penanganan COVID-19. Namun, jumlah SDM dokter yang memadai juga menjadi hal penting dalam merawat pasien Corona. Jika tempat tidur ada tapi yang merawat pasien tidak ada maka akan percuma.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mencatat dokter di Indonesia yang meninggal akibat terpapar Corona sudah mencapai 100 orang. Ini menjadi bukti bahwa berkurangnya SDM dalam merawat pasien Corona COVID-19.

Keduanya, ketersediaan tempat tidur dan dokter, termasuk hal esensial dalam merawat pasien Corona. Salah satu dokter yang merawat pasien Corona, dr Disa Edralyn, mengatakan semakin banyak pasien maka tempat tidur dan tenaga medis yang dilibatkan juga harus sebanding.

"Kalau di lapangan SDM nya tumbang otomatis kita tidak bisa merawat semaksimal yang bisa kita ambil, jadi lama-lama banyak pasien yang tidak tertangani. Kemudian kapasitas tempat tidur kalau tenaga medisnya ada tapi tempatnya tidak ada kan juga sama saja," kata dr Disa saat dihubungi detikcom, Rabu (2/9/2020).

dr Disa mengatakan, penambahan pasien virus Corona di rumah sakit bulan terakhir ini cukup banyak. Ia menceritakan bahwa beberapa hari ini tren kasus virus Corona di Indonesia di atas 2 hingga 3 ribu, dan di Jakarta pun semakin naik yang biasanya hanya 600 kasus tapi sekarang terus meningkat.

"Sebenarnya kalau mau dibilang, kalau kasusnya tidak naik kita tracing sebanyak apapun nggak akan naik. Ini kan naik, berarti memang kasusnya bertambah terus," kata dr Disa.

Selain itu, dr Disa berpesan untuk teman-teman yang berjuang di garda depan untuk terus semangat karena pandemi Corona masih panjang, jaga kesehatan dan protokol kesehatan semakin diketatkan.

"Harus tetap berjuang, perjuangan kita masih panjang, tetap semangat, jangan lupa protokol kesehatan semakin diketatkan, dan sabar-sabar pandemi ini masih panjang. Kita punya banyak tugas selain mengobati, kita juga banyak tugas untuk mengedukasi," pungkas dr Disa.

Komentar Revina VT Disebut Body Shaming, Ini Batasannya Menurut Psikolog

Selebgram Revina VT dihujani kritik setelah cuitannya di Twitter viral. Revina VT dianggap telah melakukan body shaming kepada salah satu pengunjung wanita di pusat kebugaran.
"Lo pernah gak sih liat orang ngegym, terus pede bener pake sport bra+celana pendek yang pantatnya kelihatan separo tapi polusi visual aja buat mata lo. Perih banget," ungkap Revina VT dalam Twitter miliknya.

Apa sih sebenarnya body shaming itu?
Menurut psikolog klinis dari Personal Growth Veronica Adesla, seseorang bisa disebut telah melakukan body shaming jika sudah mempermalukan bentuk tubuh orang lain. Terlebih jika memakai kata-kata yang sifatnya menyinggung.

"Dalam kata-katanya dia apakah ada kemudian kata-kata yang sifatnya mempermalukan? Kalau dilihat di situ ada kata-kata polusi visual, perih banget, keganggu kaya gitu kan berarti sebenarnya sudah masuk kategori mempermalukan tubuh orang lain yang diomongin," kata Vero sapaan akrabnya, saat dihubungi detikcom, Jumat (4/9/2020).

"Kalau sudah memenuhi kategori tersebut ya artinya sudah masuk body shaming," tambahnya.

Vero juga menjelaskan, setiap orang tentu boleh mengemukakan pendapatnya di publik. Namun balik lagi, jangan sampai kata yang dilontarkan bersifat menyerang atau menyinggung orang lain.

"Perkara itu lagi berpendapat atau beropini kan juga kita harus menjunjung tinggi etika. Etika dalam berpendapat, etika dalam membuat opini," pungkasnya.
https://cinemamovie28.com/i-love-that-crazy-little-thing/

Pakar: Hukuman Masuk Peti Mati untuk Pelanggar PSBB Tak Bakal Bikin Jera

Sanksi kepada pelanggar protokol kesehatan di tengah pandemi Corona makin beragam. Kini, ada sanksi masuk peti mati bagi warga yang tidak memakai masker di daerah Pasar Rebo, Jakarta Timur.
Di wilayah lain, yakni di Bogor, pelanggar protokol kesehatan dimasukkan ambulans berisi keranda mayat. Tujuannya sama, hendak memberikan efek jera.

Hanya saja, Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Dr dr Tri Yunis Miko Wahyono, MSc, menilai pemberian hukuman seperti itu tidak memberikan efek jera. Jika dilihat dari tayangan video yang beredar di lini masa, lebih banyak orang yang menganggapnya hanya bercandaan.

"Ya kalau masuk peti harus lama, tapi kalau cuman masuk doang ngapain. Ada orang yang takut dan ada juga orang yang tidak takut. Jadi harus terukur," katanya saat dihubungi detikcom, Jumat (4/9/2020).

Menurut dr Miko, sanksi yang diberikan harus yang benar-benar serius dan terukur tapi tidak berisiko, misalnya menyapu jalan.

"Kalau misalkan disuruh gali kubur kan berisiko, jadi cari hukuman yang tidak berisiko. Seperti menyapu jalanan, nah tapi menyapu jalanan ini juga tidak sebentar. Sekitar satu sampai dua kilo," tuturnya.

Senada dengan dr Miko, ahli epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Pandu Riono, mengatakan memasukkan warga yang melanggar protokol kesehatan ke peti mati tak akan membuat masyarakat sadar. Terlebih jika seseorang sudah 'bebal' dan tak mengindahkan aturan yang ada.

"Mereka mungkin ketawa-ketawa karena orang tahu itu peti-petian (jadi diangggap bercanda). Kalau mau nakutin, ya yang benar. kalau gitu (peti mati) ya bercanda aja nggak ada efeknya," ungkap Pandu.

Curhat Dokter Tangani Corona: Soroti Kapasitas Ruang Isolasi dan Kondisi Nakes

Ketersediaan tempat tidur dan ruang isolasi bukan cuma satu-satunya masalah dalam penanganan COVID-19. Namun, jumlah SDM dokter yang memadai juga menjadi hal penting dalam merawat pasien Corona. Jika tempat tidur ada tapi yang merawat pasien tidak ada maka akan percuma.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mencatat dokter di Indonesia yang meninggal akibat terpapar Corona sudah mencapai 100 orang. Ini menjadi bukti bahwa berkurangnya SDM dalam merawat pasien Corona COVID-19.

Keduanya, ketersediaan tempat tidur dan dokter, termasuk hal esensial dalam merawat pasien Corona. Salah satu dokter yang merawat pasien Corona, dr Disa Edralyn, mengatakan semakin banyak pasien maka tempat tidur dan tenaga medis yang dilibatkan juga harus sebanding.

"Kalau di lapangan SDM nya tumbang otomatis kita tidak bisa merawat semaksimal yang bisa kita ambil, jadi lama-lama banyak pasien yang tidak tertangani. Kemudian kapasitas tempat tidur kalau tenaga medisnya ada tapi tempatnya tidak ada kan juga sama saja," kata dr Disa saat dihubungi detikcom, Rabu (2/9/2020).

dr Disa mengatakan, penambahan pasien virus Corona di rumah sakit bulan terakhir ini cukup banyak. Ia menceritakan bahwa beberapa hari ini tren kasus virus Corona di Indonesia di atas 2 hingga 3 ribu, dan di Jakarta pun semakin naik yang biasanya hanya 600 kasus tapi sekarang terus meningkat.

"Sebenarnya kalau mau dibilang, kalau kasusnya tidak naik kita tracing sebanyak apapun nggak akan naik. Ini kan naik, berarti memang kasusnya bertambah terus," kata dr Disa.

Selain itu, dr Disa berpesan untuk teman-teman yang berjuang di garda depan untuk terus semangat karena pandemi Corona masih panjang, jaga kesehatan dan protokol kesehatan semakin diketatkan.

"Harus tetap berjuang, perjuangan kita masih panjang, tetap semangat, jangan lupa protokol kesehatan semakin diketatkan, dan sabar-sabar pandemi ini masih panjang. Kita punya banyak tugas selain mengobati, kita juga banyak tugas untuk mengedukasi," pungkas dr Disa.
https://cinemamovie28.com/hangout-with-mantan-2/