Selasa, 01 September 2020

Hati-hati Pakai Asbes di Rumah, Bisa Picu Kanker Paru hingga Ovarium

 Kota Bandung merupakan satu-satunya daerah di Indonesia yang menerapkan larangan menggunakan asbes untuk bangunan. Peraturan itu tercantum dalam Perda No 14 Tahun 2018.
Menurut Wakil Wali Kota Bandung, Yana Mulyana, larangan ini lebih ditujukan kepada bangunan komersil. Pemkot Bandung pun tidak akan mengeluarkan izin mendirikan bangunan (IMB), jika pembangun terindikasi menggunakan asbes.

Memangnya seberapa bahaya penggunaan asbes bagi kesehatan ?

Coordinator NGO Australian People for Health, Education and Development Abroad (APHEDA), Philip Hazelton mengatakan penyakit yang rawan muncul dari penggunaan asbes adalah asbestosis.

Asbestosis adalah penyakit saluran pernapasan yang terjadi akibat menghirup serat-serat asbes. Penyakit ini menyebabkan terjadinya pengerasan pada paru-paru.

"Jadi memang penyebab berbahaya asbestosis itu tidak terlihat. Karena ia berbentuk partikel kecil yang tidak terlihat oleh mata. Masa inkubasinya hingga menjadi kanker paru-paru pun sekitar 10-15 tahun," kata Philip saat ditemui di Balaikota Bandung, Kamis (6/2/2020).

Asbestos yang terserap oleh perempuan, kata Philip, berpotensi menyebabkan kanker ovarium. "Indonesia ini merupakan negara kedua yang terbanyak mengimpor asbes, setelah India. Kemungkinan ada 1.000 pasien yang menderita asbestosis," ujarnya.

Philip tak memungkiri jika asbes masih menjadi favorit karena harganya yang relatif murah. Namun, menurutnya banyak material pengganti yang harganya jauh lebih murah.

"Bisa menggunakan bahan PVA atau atap baja, ini bisa lebih aman dan tahan lebih lama," katanya.

China Ajukan Hak Paten untuk Obat Antivirus Corona

Peneliti China ajukan hak paten obat hasil eksperimen yang mereka yakini bisa memerangi virus corona baru. Institut Virologi Wuhan yang berada di pusat kota China ini tengah mengajukan permohonan penggunaan obat antivirus yang dikenal dengan remdesivir, untuk mengobati virus corona baru.
Berdasarkan pernyataan yang dimuat di situs Institut Virologi Wuhan, Tiongkok, pengajuan hak paten obat itu sudah dilakukan sejak 21 Januari kemarin. Temuan para ilmuwan menunjukkan kombinasi remdesivir dan chloroquine ketika diuji coba ke virus corona baru (2019-nCov) di laboratorium sangat efektif untuk memerangi virus corona baru.

Berbeda dengan remdesivir yang merupakan antivirus terbaru, chloroquine adalah obat antimalaria yang dikenal sejak 80 tahun yang lalu. Tiongkok sudah bisa memproduksi chloroquine sehingga mereka tinggal membutuhkan paten untuk menggunakan remdesivir. Remdesivir saat ini dalam tahap uji klinis terhadap pasien yang menderita infeksi virus corona di Tiongkok, demikian tulis situs Straits Times.

Kepala Staf Medis Gilead, Merdad Parsey, mengatakan saat ini ada dua pasien dengan gejala infeksi virus corona yang parah dirawat dengan remdesivir.

Gilead mengirimkan obat itu dalam dosis yang diperkirakan cukup untuk merawat 500 pasien dan pasokan itu bisa ditambah jika uji klinis tersebut berhasil. Hingga Rabu (5/2/2020). Sementara itu sampai saat ini Gilead, bekerja cepat untuk menghasilkan lebih banyak obat.
https://nonton08.com/the-burning-dead/

Akan Dipatenkan China Sebagai Obat Virus Corona, Apa Itu Remdesivir?

 China mengajukan hak paten obat yang disebut bisa dipakai sebagai obat antivirus corona. Berdasarkan pernyataan yang dimuat di situs Institut Virologi Wuhan, Tiongkok, pengajuan hak paten obat itu sudah dilakukan sejak 21 Januari kemarin.
Nama obatnya adalah remdesivir. Remdesivir ini dibuat oleh Gilead Sciences Inc yang sebelumnya dipakai untuk menguji beragam penyakit seperti Ebola dan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome). Kabarnya temuan para ilmuwan menunjukkan kombinasi remdesivir dan chloroquine ketika diuji coba ke virus corona baru (2019-nCov) di laboratorium sangat efektif untuk memerangi virus corona baru.

Mengutip WHO, remdesivir menunjukkan potensi kemanjuran klinis terhadap virus Ebola dan infeksi filovirus. Obat remdesivir ini juga diterapkan pada wabah virus Ebola di Afrika Barat yang terjadi pada tahun 2013-2016. Pada saat itu, remdesivir baru dalam tahap awal pengembangan. Namun, ternyata obat tersebut efektif mengobati virus Ebola dan kembali digunakan pada wabah virus Ebola di yang terjadi pada tahun 2018-2019.

Selain dinilai efektif untuk sembuhkan virus corona, remdesivir juga ternyata dapat menyembuhkan virus lainnya, seperti virus nipah, dan virus hendra.

Saat ini, Gilead bekerja dengan otoritas kesehatan di China untuk membuat uji coba terkontrol secara acak untuk menentukan apakah remdesivir dapat digunakan secara aman dan efektif untuk mengobati 2019-nCoV. Gilead juga mempercepat pengujian laboratorium yang sesuai terhadap remdesivir terhadap sampel 2019-nCoV, demikian tulis situs resmi Gilead.

Hati-hati Pakai Asbes di Rumah, Bisa Picu Kanker Paru hingga Ovarium

 Kota Bandung merupakan satu-satunya daerah di Indonesia yang menerapkan larangan menggunakan asbes untuk bangunan. Peraturan itu tercantum dalam Perda No 14 Tahun 2018.
Menurut Wakil Wali Kota Bandung, Yana Mulyana, larangan ini lebih ditujukan kepada bangunan komersil. Pemkot Bandung pun tidak akan mengeluarkan izin mendirikan bangunan (IMB), jika pembangun terindikasi menggunakan asbes.

Memangnya seberapa bahaya penggunaan asbes bagi kesehatan ?

Coordinator NGO Australian People for Health, Education and Development Abroad (APHEDA), Philip Hazelton mengatakan penyakit yang rawan muncul dari penggunaan asbes adalah asbestosis.

Asbestosis adalah penyakit saluran pernapasan yang terjadi akibat menghirup serat-serat asbes. Penyakit ini menyebabkan terjadinya pengerasan pada paru-paru.

"Jadi memang penyebab berbahaya asbestosis itu tidak terlihat. Karena ia berbentuk partikel kecil yang tidak terlihat oleh mata. Masa inkubasinya hingga menjadi kanker paru-paru pun sekitar 10-15 tahun," kata Philip saat ditemui di Balaikota Bandung, Kamis (6/2/2020).

Asbestos yang terserap oleh perempuan, kata Philip, berpotensi menyebabkan kanker ovarium. "Indonesia ini merupakan negara kedua yang terbanyak mengimpor asbes, setelah India. Kemungkinan ada 1.000 pasien yang menderita asbestosis," ujarnya.

Philip tak memungkiri jika asbes masih menjadi favorit karena harganya yang relatif murah. Namun, menurutnya banyak material pengganti yang harganya jauh lebih murah.

"Bisa menggunakan bahan PVA atau atap baja, ini bisa lebih aman dan tahan lebih lama," katanya.
https://nonton08.com/manusia-enam-juta-dollar/