Rabu, 01 Juli 2020

Terkaya Nomor 6 Dunia, Ini Dia Bos e-Commerce Terbesar dari Jepang

Siapa yang tidak mengenal Rakuten? Di Jepang, Rakuten adalah nama besar di jagat e-commerce. Bahkan, e-commerce ini sempat dikembangkan juga di Indonesia beberapa tahun silam, meski akhirnya tumbang dengan sendirinya. Siapa sosok di balik raksasa e-commerce Jepang tersebut?
Rakuten didirikan di Jepang tahun 1997 oleh sosok bernama Hiroshi Mikitani yang sekarang adalah CEO perusahaan itu. Rakuten dalam bahasa Jepang berarti optimisme. Sejak itu, pertumbuhan Rakuten di Negeri Sakura tak terbendung.

Sejak tahun 2013, Rakuten sudah membukukan pendapatan hingga US$ 5,3 miliar. Mereka pun saat itu langsung masuk daftar atas perusahaan internet terbesar dari segi pendapatan. Sejak itu, Rakuten rajin mendiversifikasi kekayaan perusahaan tersebut ke berbagai perusahaan lainnya.

Pada 2014 lalu, Rakuten menghabiskan US$ 900 juta untuk membeli layanan olah pesan pesaing WhatsApp di Jepang bernama Viber.

Setahun kemudian, tepatnya di 2015, Rakuten juga menginvestasikan US$ 300 juta di perusahaan digital transportasi bernama Lyft, pesaing Uber di Jepang. Mikitani saat itu langsung bergabung dengan dewan Lyft.

Saat ini, mengutip Forbes, pada pembukuan terakhir 2019, untuk pertama kalinya Rakuten mencatatkan kerugian hingga US$ 301 juta sejak 2011.

Hingga membuat perusahaan terpaksa menunda peluncuran layanan mobile terbaru mereka tahun itu yang senilai US$ 5,5 miliar. Namun, pada akhirnya diluncurkan juga pada April 2020 lalu.

Meski sempat merugi di 2019, akan tetapi Mikitani, pendiri sekaligus CEO Rakuten tetap berhasil masuk ke jajaran 50 orang terkaya di 2020 versi Forbes. Bahkan, Mikitani berada di posisi ke-6 daftar orang terkaya di dunia. Total kekayaan Mikitani kini mencapai US$ 5,8 miliar setara Rp 81,2 triliun (kurs Rp 14.000/US$).

Secara akademik dan karier sebenarnya Mikitani muda sudah tergolong cukup cemerlang. Ia merupakan lulusan sarjana perdagangan dari Universitas Hitotsubashi pada tahun 1988. Kemudian menyelesaikan gelas master di bidang Administrasi Bisnis dari Harvard Business School tahun 1993 lalu.

Setelah lulus, ia sempat berkarier di AS. Akan tetapi, pada 1995 terjadi gempa bumi besar di tempat kelahirannya, Kobe, Jepang, sehingga membuat Mikitani harus meninggalkan pekerjaannya serta kembali ke negara asalnya untuk membantu merevitalisasi ekonomi Jepang saat itu.

Setelah kembali ke Jepang, Mikitani tertarik bekerja di perusahaan lain. Sebagai gantinya, ia mulai mencari model bisnis yang berbeda untuk memulai bisnis barunya sendiri.

Pada saat itu, internet merevolusi berbagai industri dan menjadi awal bagi perkembangan bisnis e-commerce. Meski berisiko, Mikitani malah semakin matang mendirikan situs web e-commerce nya sendiri.

Maka saat itu, tepatnya per 7 Februari 1997 ia mendirikan perusahaan bernama MDM, Inc. dengan tiga pendiri lainnya, sekaligus meluncurkan Rakuten. Pada 1999, perusahaan itu berganti nama menjadi Rakuten Inc. Hanya dalam 3 tahun, tepatnya pada tahun 2000, perusahaan ini langsung go publik di JASDAQ. Rakuten menjadi populer dalam waktu singkat dan berkembang menjadi 2.300 toko dan 95 juta tampilan halaman per bulan.

Tahun berikutnya, Rakuten meluncurkan Rakuten Travels, sebuah platform reservasi hotel online. Pada 2004, Rakuten memulai layanan keuangannya dan meluncurkan kartu kredit Rakuten.

Sejak saat itu, Rakuten menjadi raksasa teknologi terbesar yang mengoperasikan bank Internet terbesar di Jepang dan perusahaan kredit terbesar ketiga di sana.

Mikitani kemudian mendirikan Institut Teknologi Rakuten di Tokyo. Hingga akhirnya, pada 2012, Rakuten resmi berdiri di berbagai negara mulai dari Hong Kong, Korea, China, Taiwan, Thailand, Austria, Kanada, Spanyol bahkan hingga Prancis.

Pada Maret 2015, Rakuten mulai perdagangan dalam Bitcoin. Perusahaan ini juga membuat beberapa akuisisi yang menghasilkan banyak keuntungan dalam bisnis di luar negeri termasuk Buy.com, PriceMinister, layanan e-book Kobo, Ebates, dan juga aplikasi perpesanan Viber.

Pada 2017, Rakuten memiliki lebih dari 14.000 karyawan, lebih dari 42.000 toko di situs e-commerce, dan penjualan hampir US$ 6 miliar, dengan lebih dari 100 juta anggota di Jepang.

Mau Mulai Bisnis Tapi Takut Nggak Laku? Ini Tipsnya

Mau memulai bisnis kerap kali dihadapkan oleh rasa takut bahwa bisnis yang dijalankan tidak akan terjual. Terlebih saat pandemi Corona (COVID-19) seperti ini, di mana daya beli masyarakat sedang turun.
Pengusaha Jaya Setiabudi mengatakan hal terpenting untuk menjadi seorang wirausaha adalah keberanian. Jika sudah yakin ingin menjadi pebisnis, maka lakukanlah tanpa perlu pikir panjang.

"Jadi apapun itu kalau yang belum buka bisnis nggak usah pakai mikir, nggak usah pakai belajar, jualan saja selesai. Nanti kalau sudah mulai baru dia mulai belajar karena keberanian sering dipatahkan oleh keilmuwan. Jadi berani dulu, habis itu nanti baru mulai belajar menata satu per satu," kata dia dalam acara d'Mentor @detikcom, Selasa (30/6/2020).

Pria yang akrab disapa mas J ini tidak menyarankan untuk pebisnis pemula mengeluarkan modal besar. Sebagai usaha awal, cukup dengan modal tidak terlalu besar.

"Jangan langsung berani modal gede Rp 100 juta, nggak usah gitu. Tapi modal Rp 1 juta dulu saja. Dapat feel-nya sebagai orang pengusaha itu kan susah, itu yang paling penting," ucapnya.
Baca juga: Jadi Tulang Punggung, UMKM di RI 87% Masih Belum Melek Digital

Jika masih takut juga, Anda bisa memulainya terlebih dahulu dengan cara menjadi reseller atau dropshipper. Cara ini bisa membuat Anda belajar memasarkan produk tanpa modal sebelum memiliki produk sendiri.

"Sekarang peluangnya besar banget kalau bicara masalah bisnis di era online ini. Fasenya adalah bagaimana naik kelas. Awalnya reseller setelah itu jadi owner, ini berbeda. Yang kedua inilah yang harus diperdalam," tandasnya.

Terkaya Nomor 6 Dunia, Ini Dia Bos e-Commerce Terbesar dari Jepang

Siapa yang tidak mengenal Rakuten? Di Jepang, Rakuten adalah nama besar di jagat e-commerce. Bahkan, e-commerce ini sempat dikembangkan juga di Indonesia beberapa tahun silam, meski akhirnya tumbang dengan sendirinya. Siapa sosok di balik raksasa e-commerce Jepang tersebut?
Rakuten didirikan di Jepang tahun 1997 oleh sosok bernama Hiroshi Mikitani yang sekarang adalah CEO perusahaan itu. Rakuten dalam bahasa Jepang berarti optimisme. Sejak itu, pertumbuhan Rakuten di Negeri Sakura tak terbendung.

Sejak tahun 2013, Rakuten sudah membukukan pendapatan hingga US$ 5,3 miliar. Mereka pun saat itu langsung masuk daftar atas perusahaan internet terbesar dari segi pendapatan. Sejak itu, Rakuten rajin mendiversifikasi kekayaan perusahaan tersebut ke berbagai perusahaan lainnya.

Pada 2014 lalu, Rakuten menghabiskan US$ 900 juta untuk membeli layanan olah pesan pesaing WhatsApp di Jepang bernama Viber.

Setahun kemudian, tepatnya di 2015, Rakuten juga menginvestasikan US$ 300 juta di perusahaan digital transportasi bernama Lyft, pesaing Uber di Jepang. Mikitani saat itu langsung bergabung dengan dewan Lyft.

Saat ini, mengutip Forbes, pada pembukuan terakhir 2019, untuk pertama kalinya Rakuten mencatatkan kerugian hingga US$ 301 juta sejak 2011.

Hingga membuat perusahaan terpaksa menunda peluncuran layanan mobile terbaru mereka tahun itu yang senilai US$ 5,5 miliar. Namun, pada akhirnya diluncurkan juga pada April 2020 lalu.

Meski sempat merugi di 2019, akan tetapi Mikitani, pendiri sekaligus CEO Rakuten tetap berhasil masuk ke jajaran 50 orang terkaya di 2020 versi Forbes. Bahkan, Mikitani berada di posisi ke-6 daftar orang terkaya di dunia. Total kekayaan Mikitani kini mencapai US$ 5,8 miliar setara Rp 81,2 triliun (kurs Rp 14.000/US$).