Selasa, 02 Juni 2020

Dipakai Dwi Sasono, Ini 5 Dampak Ganja Pada Tubuh

 Aktor Dwi Sasono diamankan kepolisian karena terbukti mengonsumsi ganja. Polisi ungkap Dwi Sasono menggunakan ganja untuk mengisi kekosongan waktu di rumah saat pandemi Corona.

"Motif dia sampaikan ke penyidik yang pertama. Mengisi kekosongan waktu, tersangka ini susah tidur beberapa bulan. Ini dengan kegiatan COVID-19 ini dia diam di rumah. Dia memanfaatkan waktu melakukan hal yang salah," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes pol Yusri Yunus, Senin (1/6/2020).

Selain mempengaruhi kinerja otak, pemakaian ganja juga bisa memberikan efek pada organ tubuh lainnya. Berikut ini adalah efek pemakaian ganja pada organ tubuh, dikutip dari Healthline:

1. Sistem pernapasan
Sama halnya dengan tembakau, asap ganja juga terdiri dari berbagai bahan kimia beracun, seperti amonia dan hidrogen sianida yang dapat mengiritasi saluran pernapasan. Perokok ganja berisiko tinggi mengalami berbagai macam penyakit, seperti bronkitis, infeksi paru-paru, asma, dan cystic fibrosis (mengentalnya lendir-lendir di dalam tubuh).

2. Sistem peredaran darah
Detak jantung dapat meningkat 20 hingga 50 kali per menit selama tiga jam. Jika memiliki riwayat penyakit jantung, ini dapat menimbulkan risiko serangan jantung.

Salah satu ciri khas pengguna ganja adalah mata merah. Mata merah ini disebabkan oleh salah satu efek dari ganja yang membuat pembuluh darah di sekitar mata jadi membesar.

3. Sistem saraf pusat
Efek ganja meluas ke seluruh sistem saraf pusat (SSP). Terutama berpengaruh pada otak kecil dan ganglia basal, yang berperan dalam gerakan dan keseimbangan.

Hal ini dapat membuat keseimbangan, koordinasi, dan respons refleks dari penggunanya menjadi terganggu.

4. Sistem pencernaan
Sensasi terbakar di mulut dan tenggorokan bisa dirasakan saat merokok ganja. Selain itu, ganja juga dapat menyebabkan masalah pencernaan dan merusak liver saat dikonsumsi secara oral. Pemakainya akan merasakan mual dan muntah.

5. Sistem kekebalan tubuh
Menggunakan ganja dapat merusak sistem kekebalan tubuh dan membuat penggunanya menjadi lebih rentan terhadap penyakit.

WHO Laporkan Kemunculan Wabah Ebola Baru di Kongo

 Republik Kongo pada hari Senin (1/6/2020) melaporkan kemunculan wabah virus Ebola baru di kota Mbandaka. Hal ini disebut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) semakin membebani sistem kesehatan di negara tersebut yang juga tengah menghadapi wabah campak dan COVID-19.

Setidaknya sudah ada enam kasus infeksi Ebola yang terdeteksi. Empat di antaranya meninggal dunia sementara dua lainnya masih menjalani perawatan.

"Kami akan segera mengirimkan vaksin dan obatan-obatan," kata Menteri Kesehatan Kongo, Eteni Longondo, seperti dikutip dari Reuters, Selasa (2/6/2020).

Sejak tahun 2017 Republik Kongo sudah melaporkan tiga kali wabah Ebola. Republik Kongo juga tengah menghadapi epidemi campak yang sudah membunuh lebih dari 6.000 orang dan COVID-19 yang sudah menginfeksi 3.000, membunuh 71 orang.

Vaksin Ebola hingga saat ini belum mendapat izin edar secara luas sehingga strategi imunisasi massal untuk seluruh populasi tak bisa dilakukan. Otoritas biasanya hanya dapat memberikan vaksin pada kelompok tertentu yang dianggap paling berisiko

"Meski sudah ada beberapa studi yang yang menunjukkan vaksin ini aman dan bisa memberikan perlindungan terhadap virus Ebola, masih perlu studi lanjutan sampai vaksin ini bisa mendapat izin," tulis WHO di situs resminya.

Viral Hoax Corona Disebut karena Bakteri, Bisa Sembuh Pakai Antibiotik

Di media sosial beredar pesan yang menyebut Corona adalah penyakit karena bakteri dan bisa disembuhkan dengan obat antibiotik. Disebutkan juga hal ini diketahui berkat para dokter di Italia melakukan autopsi pada korban, melawan larangan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Berikut contoh kutipan pesan yang beradar di Facebook:

"Dokter Italia, tidak mematuhi hukum kesehatan dunia WHO, untuk tidak melakukan otopsi pada kematian Coronavirus dan mereka menemukan bahwa BUKANLAH VIRUS, tetapi BAKTERI lah yang menyebabkan kematian. Ini menyebabkan gumpalan darah terbentuk dan menyebabkan kematian pasien.

Italia mengalahkan apa yang disebut Covid-19, yang tidak lain adalah "Koagulasi intravaskular diseminata" (Trombosis)*

Dan cara untuk memeranginya, yaitu, penyembuhannya, adalah dengan "antibiotik, anti-inflamasi, dan antikoagulan..."

Faktanya hingga saat ini pemerintah Italia tidak pernah menyebut Corona disebabkan bakteri. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Italia dengan tegas menjelaskan COVID-19 disebabkan oleh virus bernama SARS-CoV-2.

"Virus Corona baru ini datang dari keluarga virus severe acute respiratory syndrome (SARS), namun bukan virus yang sama," kata Kemenkes Italia di situs resminya.

WHO juga tidak pernah mengeluarkan larangan autopsi jenazah pasien COVID-19. WHO pada 24 Maret 2020 bahkan telah mengeluarkan pedoman bagaimana mengelola jenazah pasien COVID-19 yang aman untuk tenaga kesehatan.

"Bila ada jenazah yang diduga atau dikonfirmasi meninggal karena COVID-19 harus diautopsi, fasilitas kesehatan wajib memastikan sudah ada upaya keamanan untuk menjaga personil yang melakukan autopsi," tulis WHO.

Sementara klaim antibiotik dapat dipakai untuk menyembuhkan COVID-19 dikategorikan WHO sebagai informasi palsu. Beberapa pasien mungkin memang ada yang diberikan antibiotik untuk mengobati ancaman infeksi dari penyebab lain.

Dipakai Dwi Sasono, Ini 5 Dampak Ganja Pada Tubuh

 Aktor Dwi Sasono diamankan kepolisian karena terbukti mengonsumsi ganja. Polisi ungkap Dwi Sasono menggunakan ganja untuk mengisi kekosongan waktu di rumah saat pandemi Corona.

"Motif dia sampaikan ke penyidik yang pertama. Mengisi kekosongan waktu, tersangka ini susah tidur beberapa bulan. Ini dengan kegiatan COVID-19 ini dia diam di rumah. Dia memanfaatkan waktu melakukan hal yang salah," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes pol Yusri Yunus, Senin (1/6/2020).

Selain mempengaruhi kinerja otak, pemakaian ganja juga bisa memberikan efek pada organ tubuh lainnya. Berikut ini adalah efek pemakaian ganja pada organ tubuh, dikutip dari Healthline:

1. Sistem pernapasan
Sama halnya dengan tembakau, asap ganja juga terdiri dari berbagai bahan kimia beracun, seperti amonia dan hidrogen sianida yang dapat mengiritasi saluran pernapasan. Perokok ganja berisiko tinggi mengalami berbagai macam penyakit, seperti bronkitis, infeksi paru-paru, asma, dan cystic fibrosis (mengentalnya lendir-lendir di dalam tubuh).

2. Sistem peredaran darah
Detak jantung dapat meningkat 20 hingga 50 kali per menit selama tiga jam. Jika memiliki riwayat penyakit jantung, ini dapat menimbulkan risiko serangan jantung.

Salah satu ciri khas pengguna ganja adalah mata merah. Mata merah ini disebabkan oleh salah satu efek dari ganja yang membuat pembuluh darah di sekitar mata jadi membesar.

3. Sistem saraf pusat
Efek ganja meluas ke seluruh sistem saraf pusat (SSP). Terutama berpengaruh pada otak kecil dan ganglia basal, yang berperan dalam gerakan dan keseimbangan.

Hal ini dapat membuat keseimbangan, koordinasi, dan respons refleks dari penggunanya menjadi terganggu.

4. Sistem pencernaan
Sensasi terbakar di mulut dan tenggorokan bisa dirasakan saat merokok ganja. Selain itu, ganja juga dapat menyebabkan masalah pencernaan dan merusak liver saat dikonsumsi secara oral. Pemakainya akan merasakan mual dan muntah.

5. Sistem kekebalan tubuh
Menggunakan ganja dapat merusak sistem kekebalan tubuh dan membuat penggunanya menjadi lebih rentan terhadap penyakit.
http://kamumovie28.com/the-binding/