Selasa, 05 Mei 2020

Tips Makan Gorengan Saat Berbuka Agar Tak Bikin Kolesterol Melonjak

 Salah satu makanan yang digemari orang Indonesia saat buka puasa adalah gorengan. Makanan ini identik dengan sajian berbuka puasa karena kelezatannya. Namun di balik kelezatannya, mengkonsumsi gorengan secara berlebihan dan terus menerus dapat berdampak buruk bagi kesehatan. Salah satunya adalah menyebabkan kadar kolesterol naik.
Meskipun begitu, dokter spesialis gizi dari Rumah Sakit Pondok Indah, dr Diana F Suganda, SpGK, MKes, tidak melarang seseorang untuk makan gorengan. Ia, masih memperbolehkan seseorang makan gorengan saat berbuka, tetapi dengan beberapa catatan yang harus diperhatikan. Intensitas gorengan yang dimakan saat buka juga harus dibatasi.

"Makan gorengan tidak setiap hari, misal frekuensinya dikurangi, dari yang tadinya setiap hari, jadi seminggu dua kali," ungkap dr Diana saat dihubungi detikcom Minggu (3/5/2020).

"Makan gorengan cukup satu saja," lanjutnya.

dr Diana juga menjelaskan, seseorang yang makan gorengan harus diimbangi dengan makan makanan bergizi yang mengandung serat. Gunanya untuk menghambat penyerapan lemak dalam tubuh yang banyak terkandung dalam gorengan.

"Makan gorengan dengan serat, misal sayur-sayuran. Karena serat menghambat penyerapan lemak," kata dr Diana.

Haru, Ayah Rela Pakai APD untuk Beri Susu pada Bayinya yang Dirawat di NICU

Curhatan seorang suami bernama Erlangga Agusta tentang pengalaman sang istri yang melahirkan di tengah pandemi virus Corona, viral di media sosial. Kisah ini ia bagikan melalui akun Twitter pribadi milikinya @AnggaAgusta, Minggu (3/5/2020).
Dalam cuitannya, Erlangga menceritakan bahwa ia terpaksa harus berpisah selama dua hari dengan bayinya, karena sang istri sempat dinyatakan positif COVID-19 melalui rapid test sebelum proses persalinan dimulai. Ia pun meyakini bahwa hasil tes tersebut kurang tepat, sehingga meminta dokter untuk melakukan rapid test yang kedua kalinya, serta CT scan dan juga tes swab.


Erlangga Agusta
@AnggaAgusta
PENGALAMAN ISTRI MELAHIRKAN SAAT PANDEMI COVID

A Thread

3.110
11.46 - 3 Mei 2020
Info dan privasi Iklan Twitter
1.654 orang memperbincangkan tentang ini


Sementara hasil rapid test dan tes swab sang istri belum keluar, maka bayinya harus dirawat di dalam ruangan neonatal intensive cara unit (NICU) terlebih dahulu untuk sementara waktu.

"Puji Tuhan kondisi baby sehat. Tp karena hasil Rapid Test kedua dan swab belum keluar maka baby sementara akan ditaro di NICU," tulis Erlangga dalam tweetnya.

"Jika hasil rapid kedua istri negatif maka baby bisa langsung masuk ruang bayi. Tp jika hasil rapid positif maka baby harus di swab test jg dan akan tetap dirawat di ruang NICU," lanjutnya.

Selama itu pula mereka tidak bisa bertemu dengan buah hatinya yang baru lahir, dan sang istri juga tidak bisa memberikan air susu ibu (ASI). Sebab mereka dirawat di dua ruangan yang berbeda.

"Istri di kamar perawatan sementara bayi di ruang NICU. Dengan berat hati (bayi) harus susu formula mas," Ucap Erlangga kepada detikcom, Senin (4/5/2020).

"Selama di sana, karena belum boleh ASI akhirnya saya diizinkan untuk berikan susu formula. Setelah itu saya hanya sempat visit satu kali lagi untuk lihat bayi saya. Karena protap untuk masuk NICU harus pakai alat pelindung diri (APD)," jelasnya.

Hingga akhirnya pada Jumat (1/5/2020), hasil tes swab pun keluar dan menunjukkan bahwa istri dari Erlangga dinyatakan negatif COVID-19.

"Tgl 1 Mei jam 9 pagi. Hasil swab test keluar dan Puji Tuhan hasilnya negatif. Istri bisa langsung gabung dengan baby dan bisa langsung kasih ASI. Kabar baiknya lainnya mereka bisa pulang bareng di hari itu," pungkasnya.

Ilmuwan Teliti Kekuatan Doa pada Pasien Virus Corona

Di tengah pencarian obat dan vaksin yang efektif bagi pasien COVID-19, para peneliti terus mencari alternatif untuk memantu pasien cepat pulih dari sakit yang dialaminya. Salah satu studi bahkan berfokus pada kekuatan doa yang disebut mampu membantu meningkatkan peluang pasien pulih dari penyakit COVID-19.
Para peneliti di Kansas City Heart Rhythm Institute bertujuan untuk melihat efek dari "intervensi supernatural sejati". Tim telah mulai mengumpulkan data dari 1.000 pasien COVID-19 yang saat ini dalam perawatan intensif di rumah sakit New York.

Setengah pasien berdoa dalam berbagai agama yang diyakininya seperti Islam, Kristen, Hindu, Yahudi, dan Budha. Peneliti kemudian akan memantau perubahan dalam tingkat kesehatan mereka dalam empat bulan terakhir.

"Kita semua percaya pada sains, tapi kita juga percaya pada kekuatan iman," tutur ketua peneliti dan ahli jantung Dhanunjaya Lakkireddy dikutip dari Medical Daily.

"Jika ada kekuatan gaib, yang banyak dari kita percayai, akankan kekuatan doa dan intervensi ilahi mengubah hasilnya? Itu pertanyaan kami," lanjutnya.

Namun ia mengakui beberapa orang juga skeptis tentang kekuatan doa pada pasien COVID-19. Lakkireddy mengatakan bahkan istrinya sendiri, yang juga seorang dokter, menyatakan prihatin dengan penelitian ini.

"Tapi ini tidak menempatkan siapapun dalam bahaya. Sebuah keajaiban bisa terjadi. Selalu ada harapan, bukan?" tuturnya.

Lakkireddy mengatakan dia percaya "dalam kekuatan semua agama" untuk membantu menyelamatkan manusia dari pandemi COVID-19.

Keterkaitan antara agama dan kesehatan

Studi yang sedang berlangsung ini mendukung penelitian tahun 2011 yang meneliti dampak agama pada kesehatan manusia. Pada penelitian tersebut disebutkan partisipasi keagamaan yang teratur dapat membantu meningkatkan kesehatan psikologis dan fisik dan mengurangi risiko orang meninggal lebih awal.

Studi yang dipublikasikan dalam Journal of Religion and Health, menunjukkan bahwa agama memberikan efek positif selama masa-masa stres. Ini memberi orang interaksi sosial yang bermakna dan pandangan yang lebih optimis, yang mengurangi risiko depresi mereka.

Orang beragama juga lebih cenderung menghindari kebiasaan buruk, seperti merokok atau minum berlebihan. Para peneliti juga menemukan kelompok tersebut terlibat dalam perilaku gaya hidup yang lebih sehat.

Tips Makan Gorengan Saat Berbuka Agar Tak Bikin Kolesterol Melonjak

 Salah satu makanan yang digemari orang Indonesia saat buka puasa adalah gorengan. Makanan ini identik dengan sajian berbuka puasa karena kelezatannya. Namun di balik kelezatannya, mengkonsumsi gorengan secara berlebihan dan terus menerus dapat berdampak buruk bagi kesehatan. Salah satunya adalah menyebabkan kadar kolesterol naik.
Meskipun begitu, dokter spesialis gizi dari Rumah Sakit Pondok Indah, dr Diana F Suganda, SpGK, MKes, tidak melarang seseorang untuk makan gorengan. Ia, masih memperbolehkan seseorang makan gorengan saat berbuka, tetapi dengan beberapa catatan yang harus diperhatikan. Intensitas gorengan yang dimakan saat buka juga harus dibatasi.

"Makan gorengan tidak setiap hari, misal frekuensinya dikurangi, dari yang tadinya setiap hari, jadi seminggu dua kali," ungkap dr Diana saat dihubungi detikcom Minggu (3/5/2020).

"Makan gorengan cukup satu saja," lanjutnya.

dr Diana juga menjelaskan, seseorang yang makan gorengan harus diimbangi dengan makan makanan bergizi yang mengandung serat. Gunanya untuk menghambat penyerapan lemak dalam tubuh yang banyak terkandung dalam gorengan.

"Makan gorengan dengan serat, misal sayur-sayuran. Karena serat menghambat penyerapan lemak," kata dr Diana.