Pakar penyakit menular terkemuka di AS, Dr Anthony Fauci mengatakan bahwa jika semua berjalan dengan baik maka vaksin virus Corona bisa tersedia pada Januari tahun mendatang.
"Kami ingin membuat dengan cepat tapi kami juga harus memastikan itu (vaksin-red) aman dan efektif. Saya pikir jika tak ada yang salah, itu bisa dilakukan," kata Fauci dikutip dari CNN Internasional.
Program Trump untuk mempercepat pengembangan vaksin coronavirus yang potensial, yang disebut "Operation Warp Speed," memiliki tujuan memproduksi ratusan juta dosis vaksin pada bulan Januari. Fauci mengatakan bahwa ia menjadi bagian dari tim yang terlibat dalam proyek tersebut.
"Kami telah berada dalam fase percobaan awal, Fase 1. Ketika memasuki fase selanjutnya, kami akan lebih berhati-hati tetapi akan bekerja seefisien mungkin untuk mendapatkan jawaban apakah vaksinnya dapat bekerja dan aman. Jika iya maka kami akan meningkatkan produksi dengan perusahaan yang terlibat," jelasnya.
Fauci sebelumnya mengatakan bahwa vaksin coronavirus bisa memakan waktu 12 hingga 18 bulan untuk dikembangkan. Amerika Serikat saat ini memiliki jadwal pengembangan vaksin pada akhir tahun.
"Ingatan saya kembali ke masa lalu, saya mengatakan pada Januari atau Februari (vaksin tersedia) yang memakan waktu setahun atau sekitar 18 bulan. Jadi yang saya katakan sekarang tidak berbeda jauh," pungkasnya.
AS Laporkan Gejala Corona pada Anak Mirip Penyakit Kawasaki, Kondisi Apa Itu?
Rumah Sakit Nasional Anak di Washington DC, Amerika Serikat (AS), melaporkan beberapa anak yang positif virus Corona mengalami gejala seperti penyakit kawasaki. Penyakit ini merupakan sindrom peradangan langka yang biasanya menyerang anak-anak di bawah usia 5 tahun.
Dikutip dari ABC News, beberapa gejala penyakit kawasaki adalah demam, ruam, mata memerah, pembengkakan pada kelenjar getah bening, tangan, dan kaki. Penyakit ini telah dikaitkan dengan COVID-19 pada beberapa anak, tetapi penyebabnya masih belum diketahui dengan pasti.
Kepala Divisi Perawatan Kritis di Rumah Sakit Nasional Anak, Michael Bell mengatakan sebanyak sepuluh anak yang dirawat di intensive care unit (ICU) mengalami peradangan parah, ini diketahui setelah dilakukannya tes darah. Penyakit kawasaki diketahui memang dapat menyebabkan peradangan pada dinding pembuluh darah di seluruh tubuh.
Sementara itu, seorang dokter penyakit menular anak di Rumah Sakit Cohen Children's Medical Center, Sunil Sood juga percaya bahwa ia melihat anak-anak yang terinfeksi virus Corona mengalami gejala seperti penyakit kawasaki.
"Yang mencolok bagi saya adalah ruam di kulit mereka." ucap Sood.
Meski kondisi ini hanya baru terjadi di beberapa kasus di rumah sakit anak di AS, Bell mengimbau kepada para dokter anak untuk lebih waspada dengan kemungkinan adanya rentetan penyakit yang lebih luas terkait COVID-19.
Uji Eksperimental Kandidat Obat Corona Tunjukkan Hasil Memuaskan
Setidaknya 10 senyawa obat yang berbeda mulai dari terapi kanker hingga antipsikotik dan antihistamin diteliti untuk mencegah virus Corona berkembang dalam tubuh.
Penelitian multidisiplin yang dilakukan oleh tim ilmuwan di Amerika Serikat dan Prancis ini memetakan protein yang berinteraksi dengan virus di dalam tubuh saat menginfeksi sel. Mereka kemudian mencari senyawa yang dapat memblokir virus dari penggunaan protein tersebut.
Banyak peneliti bergegas untuk mengembangkan terapi eksperimental serta menggunakan kembali obat yang sudah ada untuk mengobati pasien COVID-19 dan masyarakat menaruh harapan tinggi pada obat antivirus yang dikembangkan oleh Gilead Sciences Inc, remdesivir.
Mengutip Reuters, dalam studi baru yang diterbitkan dalam jurnal Nature, terdapat beberapa kandidat bahan obat yang dipakai termasuk bahan obat alergi lemastine, haloperidol antipsikotik, dan obat malaria hydroxychloroquine.
Studi ini juga mengungkapkan mengapa hydroxychloroquine memiliki efek toksik pada jantung. Obat malaria yang sering dipuji-puji Presiden AS Donald Trump ini mampu mengikat reseptor yang menginfeksi sel. Tetapi hydroxychloroquine juga mengenai protein tertentu dalam jaringan jantung, yang dapat menjelaskan efek obat pada irama jantung.
Hormon progesteron juga ditemukan mampu melawan virus yang mungkin menjelaskan beberapa alasan mengapa pria tampaknya lebih rentan terhadap COVID-19 dan lebih sering menderita komplikasi parah.
Senyawa lain yang ditemukan mampu melawan virus adalah plitidepsin, yang digunakan dalam terapi kanker eksperimental PharmaMar Aplidin yang berbasis di Madrid dan saat ini sedang diuji untuk pasien COVID-19 di Spanyol.
"Beberapa obat dan senyawa ditemukan memiliki potensi yang lebih besar daripada remdesivir, setidaknya dalam pengaturan laboratorium," tutur penelitian Nevan Krogan dari University of California San Francisco.