Minggu, 01 Maret 2020

Ada Festival Perang Air, Okupansi Hotel di Selatpanjang Naik Drastis

 Tingkat okupansi hotel di Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau meningkat drastis. Itu berkat digelarnya Festival Perang Air.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Kepulauan Meranti, Raden Uyung Permadi Salis mengatakan, bahwa dampak positif Festival Perang Air yang berlangsung sejak perayaan Imlek pada 5 Februari, terasa selama hingga enam hari ke depan untuk bisnis perhotelan.

"Selama Imlek season hari 1 sampai 3 okupansi sekitar 75 persen. Hari ke-4, 5, 6 (okupansi) 100 persen," kata Uyung.

Ia mengatakan dari seluruh hotel berbintang, hotel kelas melati hingga wisma yang ada di Selatpanjang, total ketersediaan akomodasi mencapai 385 kamar. Ketika tidak ada perayaan Imlek dan Festival Perang Air, tingkat okupansi hanya 30 persen.

Selatpanjang merupakan kota di pesisir Riau yang selalu ramai saat perayaan Imlek karena sebagian besar populasi penduduknya adalah keturunan Tionghoa. Tradisi perang air, atau yang sebutan setempat 'Cian Cui' membuat membuat perayaan Imlek di Selatpanjang unik dan berbeda dengan kota lain.

Sejak pemerintah Kabupaten Meranti mengemas Cian Cui sebagai festival sejak 2013, acara ini menjadi daya tarik bagi wisatawan Nusantara dan mancanegara. Hal itu disebabkan perang air tidak terkait ritual agama tertentu, sehingga semua lapisan masyarakat bisa ikut meramaikannya.

Ia mengatakan, sebenarnya anggota PHRI setempat juga menawarkan jasa penginapan di rumah penduduk (homestay) namun tidak semua wisatawan mau layanan itu.

"Rombongan Singapura 30 orang pun batal karena kamar hotel habis. Mereka tidak mau nginap di rumah penduduk," ujarnya.

Meski begitu, ada juga warga negara asing (WNA) yang tidak keberatan menginap di rumah penduduk. "Seperti tahun kemarin, Ada WNA Korea yang tinggal di rumah penduduk. Orang Korea sembilan orang," lanjut Uyung.

Tradisi perang air berlangsung setiap sore hari sejak Imlek tanggal 5 Februari 2019, dan puncaknya adalah perayaan Imlek hari ke-7 pada tanggal 11 Februari. Warga setempat dan wisatawan saling menyiram air di rute yang ditentukan. Bahkan ada yang menggunakan becak motor sebagai kendaraan selama acara.

Rute perang air melalui jalan-jalan protokol, seperti Jalan A. Yani, Tebing Tinggi, Diponegoro, Kartini dan Imam Bonjol. Setelah dikemas dalam bentuk festival, acara ini berlangsung setiap sore hari sejak pukul 16.00 hingga 18.00 WIB.

Berdasarkan data, Festival Perang Air 2018 diikuti oleh sekitar 39.000 perserta. Peserta itu terdiri dari 22.258 wisatawan Nusantara, 3.589 wisatawan mancanegara dan penduduk setempat. 

Sriwijaya Air Tambah Charter Flight China-Manado

Sriwijaya Air membuka rute charter flight baru, yaitu Manado-Hangzhou. Dengan adanya rute baru ini diharap kunjungan turis bisa semakin meningkat.

Dilihat detikTravel dari Antara, Rabu (6/2/2019), maskapai Sriwijaya Air terus meningkatkan penerbangan sewa dengan rute China-Manado, guna mendorong pertumbuhan sektor pariwisata di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut).

"Masih dalam suasana Tahun Baru Imlek 2570, Sriwijaya Air turut meramaikan penerbangan charter ke China dengan membuka rute baru Manado-Hangzhou," kata Airport Operation and Services Department Head Bandara Sam Ratulangi Manado Yusman di Manado.

Dia menyambut baik dengan adanya penerbangan perdana ini, karena turut mendukung program pemerintah dalam meningkatkan jumlah wisatawan yang masuk ke Sulawesi Utara. "Semoga ke depannya charter flight ini bisa resmi menjadi schedule flight," ujar Yusman.

Pada penerbangan charter perdana Sriwijaya Air dari dan ke Bandar Udara Internasional Xiaoshan Hangzhou kali ini, menggunakan pesawat Boeing 737-800 dengan kapasitas 189 penumpang.

Sriwijaya Air SJ-4053 tiba di Manado pada pukul 04.43 WITA dari Huangzhou membawa 183 penumpang dan 10 kru. Dalam menyambut penumpang penerbangan perdana kali ini, Bandara Sam Ratulangi menyajikan musik kulintang, suvenir bagi seluruh penumpang, dan tentunya secara simbolis dilakukan pengalungan kain bentenan bagi perwakilan crew serta penumpang.

Kisah Pemandu Wisata di Negeri Penuh Marabahaya

Siapa sangka, ada wisatawan yang menjadikan Afghanistan sebagai destinasi liburan. Inilah kisah pemandu wisata yang membawa turis liburan di Afghanistan.

Hafizullah Akbar Kohistani (29), itulah nama pemuda ini. Dia menjalani profesi yang belum tentu sanggup dijalani oleh pemuda seumurannya. Akbar bekerja sebagai pemandu wisata di negeri yang penuh konflik, Afghanistan.

Dikumpulkan detikTravel dari beberapa sumber, Rabu (7/2/2019), Akbar sudah menjalani profesi sebagai pemandu wisata selama lebih dari 10 tahun. Awalnya, Akbar bekerja untuk Afghan Logistics and Tours. Sampai akhirnya Akbar memulai bisnisnya sendiri, Afghanistan Tour Services pada tahun lalu.

Sudah tidak terhitung lagi pengalaman nyaris mati yang dialami Akbar gara-gara profesinya tersebut. Yang paling sering dialami adalah ancaman mati dari kaum esktrimis (Taliban dan ISIS) saat Akbar menjalankan tugasnya.

"Terkadang saya menerima ancaman dari orang-orang tidak dikenal. Kebanyakan dari mereka tidak senang karena saya bekerja dengan orang asing. Saya harus jelaskan ke mereka, bahwa saya tidak bekerja untuk tentara, melainkan bekerja untuk turis," ungkap Akbar seperti ditulis Daily Mail.

Sering Akbar menjelaskan ke warga lokal Afghan bahwa yang dia bawa adalah turis. Dia juga menjelaskan mengapa mereka berkunjung ke negaranya. Tetapi sepertinya warga setempat menganggap tidak ada perbedaan antara orang asing, tentara ataupun turis. Bagi mereka, semuanya adalah orang asing.

Pernah satu waktu, Akbar diserang saat sedang membawa turis berkeliling di suatu masjid di Kota Herat, kota terbesar ketiga di Afghanistan. Saat itu, Akbar diserang oleh 5 orang pria sekaligus.

"Suatu waktu di Herat, 5 orang mengerumuni saya. Dengan bahasa yang sangat kasar, mereka bilang mengapa saya membawa orang non muslim ini ke sini. Mereka mencoba menampar saya," kisah Akbar.

Beruntung Akbar sudah terlatih untuk menghadapi situasi seperti ini. Sebagai mantan tentara nasional Afghanistan, Akbar berusaha untuk tetap tenang, sabar, mengajak berbicara baik-baik, lalu mengamankan tamu dan membawanya pergi sesegera mungkin dari area tersebut.

Akbar menyebut sebenarnya orang-orang Afghanistan cukup bersahabat dengan para turis. Tidak semuanya ingin menyakiti tamu yang dibawa oleh Akbar. Yang terpenting, para pemandu wisata harus mengetahui aturan-aturan dasar yang berlaku di sana.

"Kami harus tahu kemana akan berkunjung. Kami punya beberapa batasan di setiap provinsi yang kami kunjungi, mana daerah yang boleh dikunjungi, mana daerah dimana kita bisa istirahat, mana daerah yang kita tidak boleh berhenti. Kami punya aturan, dan kami meminta pada para turis untuk mematuhi aturan ini demi keamanan mereka," tegas Akbar.

Demi menjaga keamanan juga, Akbar terpaksa menerapkan beberapa aturan terkait kehidupan pribadinya. Akbar sampai harus meng-unfriend atau mem-block anggota keluarganya di Facebook. Dia bahkan tidak mau menerima friend requests dari orang-orang Afghanistan di Facebook.

Meski sering mendapat ancaman mati hingga keamanan keluarganya juga terancam, tetapi Akbar mengatakan dirinya tidak akan gentar. Akbar ingin menunjukkan wajah asli dari negaranya, Afghanistan kepada khalayak luar.

"Saya rasa sudah jadi tanggung jawab saya untuk menunjukkan ke dunia, wajah asli dari negara kami. Saya juga ingin menunjukkan bahwa orang Afghanistan juga ingin rasa damai, makmur dan memiliki kehidupan yang lebih baik. Kami lelah dengan situasi ini. Kami lelah dengan perang, dan saya ingin menyampaikan pesan ini lewat para turis," pungkas Akbar.