Banyuwangi bisa dibilang kabupaten dengan festival atau event terbanyak di Indonesia. Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas pun menjelaskan alasannya.
Hal itu dijelaskan Anas di sebuah diskusi di Jakarta, Senin (15/4/2019) kemarin. Kata dia, semua aktivitas dan tempat bisa dijadikan sebuah acara.
"Festival di banyak kota kita kembalikan ke desa. Begitu kita gelar di desa itu ribuan orang datang, tempat parkir penuh dan mereka ada kebanggaan. Kemudian dia melestarikan budayanya," kata Anas.
"Setiap tempat adalah destinasi. Setiap kegiatan adalah atraksi. Jadi ada 99 event dengan hampir setiap minggu ada acara di sana," imbuh dia.
Bupati nyentrik itu juga menjelaskan bahwa acara-acara yang digelas di Banyuwangi dilaksanakan oleh anak buahnya sendiri. Tidak ada event organizer (EO) yang mengelolanya dengan dibantu peran serta masyarakat.
"Semua yang terlibat dari PNS bukan EO. Setiap penerimaan PNS kami kini syaratkan IP-nya 3,5. Festival untuk menambah kepercayaan diri kami. Itu karena rakyat kami terlibat," urai dia.
Lebih lanjut, Anas hanya menggunakan tenaga muda untuk membantunya menggerakkan kemajuan di Banyuwangi. Dan, kata dia, semua dinasnya dianggap sebagai Dinas Pariwisata.
"Saya dinas prioritas saya pakai anak muda untuk gerak cepat. Semua dinas jadi dinas pariwisata," jelas Anas.
"Setiap bangunan di Banyuwangi harus berbau pariwisata. Mereka harus mendesain seperti yang kami mau, seperti pembangunan PT. INKA Banyuwangi harus sesuai pariwisata dengan ada museum kereta api terbesar di Indonesia juga Asia nantinya," tambah dia.
Kembali ke 99 event yang ada di Banyuwangi, kata Anas, itu didasarkan dari kebutuhan daerahnya. Ia bilang bahwa wilayahnya bukan daerah yang terkenal seperti kota-kota besar lain di Indonesia.
"Bukan soal rahasia. Ini soal kebutuhan. Banyuwangi ini nggak dikenal dulu, Banyuwangi ini siapa dulu? Bukan Bali, Bandung, bukan Surabaya," jelas Anas.
"Kami harus bergerak cepat melatih rakyat. Melatih ini nggak bisa dengan pidato harus dibikin event. Karena begitu event ada rapat panitia jalan itu. Sehingga dari sektor kreatif kami ini tumbuh," kata dia menambahkan.
Rahasia Sukses Wisata Banyuwangi: Tak Boleh Ada Hotel Melati
Wisata Banyuwangi yang kini menanjak, tak terjadi sekilas. Perlu perjalanan menahun hingga adanya larangan membangun hotel bintang 3 ke bawah atau melati.
Namun, kebijakan pemerintah Kabupaten Banyuwangi itu bukan tanpa alasan. Ada beberapa aspek yang dipertimbangkan dalam setiap pengelolaannya.
1. Larangan hotel kelas melati
"Akomodasi tetap kami dorong. Hotel melati tidak boleh, hanya bintang 3 ke atas. Karena itu ceruk untuk masyarakat," jelas Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (16/4/2019).
"Hotel baru itu pun harus ada identitas dan ornamen lokal. Peradaban lokal juga harus tumbuh dan kita poles sedikit Banyuwangi dengan kreativitas maka akan bisa berkembang," imbuh dia.
Kemudian, Anas menjelaskan bahwa adanya event harus dibarengi 3A (amenitas, akses dan atraksi). Meski ada bandara, kata dia, dan nggak ada atraksi maka orang pun nggak mau datang. Tapi meski ada atraksi nggak ada hotel orang juga nggak mau datang, jadi tiga-tiganya harus bersamaan.
"Soal hotel, kami ini di Banyuwangi belajar ke tetangga sebelah, kami tidak buka obral izin hotel. Kalau tidak nanti bakal ada persaingan tarif tidak sehat," ucap dia.
Maka, di Banyuwangi pernah dilakukan moratorium pembangunan hotel selama hampir 2 tahun. Karena, hotel yang pemerintah izinkan belum selesai dibangun. Jadi, pihaknya hanya mengizinkan pembangunan hotel setelah yang diizinkan selesai dibangun, beroperasi barulah dibuka izin hotel baru.
"Karena kalau nanti dengan dan atas nama investasi hotel dibuka sembarangan pada waktu pengunjungnya belum terbentuk kasihan nanti akan ada perang tarif. Maka hotelnya murah-murah harganya nanti," tegas dia.