Jumat, 03 Januari 2020

Gardu Pandang Kaliurang, Rekomendasi Liburan Tanggal Tua

Gardu Pandang Kaliurang di Yogyakarta jadi tempat menikmati pemandangan dari ketinggian. Selain itu ada monyet-monyet liar dan tiket masuk yang murah.
Kebetulan ada pernikahan saudara di Yogya. Biasanya, kami selalu menyempatkan ke tempat wisata dan berwisata kuliner kalau mampir ke luar kota. Namun sayang, tanggal sedang tak bersahabat, tanggal tua. Oleh karena itu, saya harus putar otak ke manakah tempat yang tidak banyak menguras banyak uang, tetapi mengesankan.

Dari berbagai saran yang ada di internet, saya menemukan Gardu Pandang Kaliurang. Mengapa saya tertarik? Karena waktunya pas, kami ke sana hampir petang. Waktu buka tempat wisata ini sampai jam 11 malam. Selain itu, searah dengan jalan pulang.

Faktor yang paling menggoda adalah tempatnya penuh lampion-lampion cantik. Ada bunga, kereta kencana, buah-buahan dan lain sebagainya. Sehingga, kami memutuskan segera ke sana. Singkat cerita, kami sudah sampai di Gardu Pandang Kaliurang. Kami dikenakan biaya masuk hanya Rp 3.000 per orang. Untuk anak kecil tidak dikenakan biaya.

Setelah kami turun dari mobil, kami langsung mencari lampion-lampion seperti yang ada di internet. Tetapi, tak ada satu pun lampion kami temukan. Yang ada, lampion-lampion itu sudah terbongkar dan diletakkan di suatu tempat seperti bak sampah besar. Rupanya lampion-lampion itu hanya ada di festival bulan-bulan tertentu.

Tak mau lama berlarut dalam kekecewaan, saya bergegas menjelajahi seluruh kawasan. Masih ada hal-hal yang menarik. Misalnya, Menara pandang, Gardu Pandang, ayunan, dan bermain dengan monyet.

Menara Pandang adalah tempat semacam gardu yang terdapat tangga untuk sampai ke atas. Kita bisa memandang pemandangan alam sekitar. Pastinya indah sekali. Sedangkan gardu pandang ada di bawah, dekat dengan lembah.

Satu kejadian seru adalah ketika kawanan monyet turun berdatangan. Seorang anak ketakutan, karena kawanan monyet mengincar roti yang sedang ia pegang. Tenang traveler, kita tidak akan didekati monyet jika tidak memegang apa-apa.

Menurut saya, monyet-monyet itu masih liar. Ada puluhan jumlahnya. Beberapa di antaranya masih menggendong bayi monyet yang lucu. Anak saya pun terheran-heran. Bagaimana bisa bayi monyet menggantung pada ibunya, sementara ibunya berlari dengan tidak memegangi anaknya.

Tak terasa, sudah mau malam. Kami harus segera pulang. Dalam perjalanan, anak saya merengek ingin kembali melihat monyet. Syukurlah, wisata murah meriah, tapi membuat anak ketagihan.

Saran saya, bawalah makanan untuk diberikan ke monyet. Kasihan, mereka tampak kelaparan. Setiap orang membuang sampah di sekitar para monyet sampahnya selalu mereka bongkar.

Mengingat perjalanan wisata yang sederhana tapi mengesankan, saya ingin merasakannya lagi. Tapi ingin mewujudkannya di Dubai, sederhana saja. Misalnya jogging di Pantai Kite Beach, nonton balapan unta, mengunjungi Dubai Lama, atau menonton air mancur menari. Semoga terwujud, ya!

Kamis, 02 Januari 2020

Tahukah Kamu Arti Nama Papua?

Di timur Indonesia, ada Papua. Pulau yang indah dengan alam dan budaya, tersimpan banyak sejarah apalagi soal namanya sendiri yang penuh cerita.

Cerita tentang Papua rasanya tak pernah habis. Selalu ada hal yang baru orang tahu, bahkan para peneliti saja masih terus melakukan penelitian di Bumi Cendrawasih tersebut.

Alamnya menyimpan banyak keindahan, dari bawah laut sampai puncak gunung. Ratusan sukunya punya budaya dan adat masing-masing. Peninggalan-peninggalan sejarah lainnya pun masih belum banyak diteliti.

Hari Suroto, seorang peneliti dari Balai Arkeologi Papua menjelaskan banyak hal tentang Papua kepada detikcom, Minggu (11/8/2019). Namun tunggu, sebenarnya apakah ada arti dari nama Papua?

"Papua berasal dari bahasa Melayu yang artinya keriting," terangnya.

Tak ayal, orang-orang Papua memang memiliki rambut yang keriting. Dengar saja lagu Edo Kondologit berjudul 'Tanah Papua' yang terkenal, tertulis lirik 'hitam kulit keriting rambut, aku Papua'.

"Arsip Portugis dan Spanyol abad ke-16, nama Papua mereka gunakan untuk menyebut orang dan tempat di Kepulauan Raja Ampat dan pesisir barat Papua," terang Hari.

Namun rupanya, Papua juga berasal dari bahasa Biak. Masyarakat di Biak (pulau kecil yang terletak di Teluk Cendrawasih) menyebut Papua dengan nama 'sup-i-papwah'.

"Yang artinya, tanah di bawah matahari terbenam. Sebab, orang Biak melihat dataran besar (Pulau Papua) di sebelah barat tempat matahari tenggelam," jelas Hari.

Nyatanya, Papua juga disebut dengan nama New Guinea di zaman dulu. Seperti kita tahu sekarang, Papua New Guinea adalah sebutan untuk Papua Nugini. Tapi di zaman dulu, New Guinea menggambarkan satu pulau Papua. Serta, ada arti di balik namanya!

"Orang Belanda menyebut Pulau Papua dengan nama Niew Guinea kalau orang Inggris menyebutnya New Guinea. Nama itu diperkenalkan oleh pelaut Spanyol, Ynigo Ortiz de Retes di tahun 1545," terang Hari.

Retes berlayar dari Meksiko menuju Maluku dan terdampar di pesisir utara Papua. Dia melihat orang Papua seperti orang Afrika di pesisir Guinea. Guinea sendiri merupakan sebuah negara di Afrika Barat.

"Sedangkan nama Papua pertama kali dicatat dalam peta pelayaran dunia oleh pelaut Portugis, Antonio d'Arbreu di tahun 1551. Dia mengunjungi pantai barat Papua kala itu," terang Hari.

Tapi Pak Hari, kalau Irian itu apa artinya?

"Irian berasal dari bahasa Biak, yaitu Iryan yang artinya sinar matahari yang menghalangi kabut di laut. Maknanya adalah harapan bagi para nelayan Biak untuk mencapai tanah daratan Papua," jawab Hari.

Namun masih dalam bahasa Biak, ada arti lain dari nama Irian. Irian juga punya arti tanah yang panas.

"Lain halnya dengan suku Marind di Merauke, Irian bagi mereka berarti tanah air," sambungnya.

Presiden pertama Indonesia, Soekarno mempopulerkan nama Irian yang berasal dari suatu singkatan. Kepanjangan Irian adalah 'Ikut Republik Indonesia Anti Netherland'.

"Frans Kaisiepo (pahlawan nasional dari Papua dan gambarnya ada di uang Rp 10 ribu), mengusulkan nama Irian pada Konfrensi Malino di tahun 1946. Irian diusulkan untuk menggantikan nama Netherland Niew Guinea," terang Hari.

Dalam perkembangan zaman, nama Papua pun beberapa kali berganti. Dari Irian, Irian Barat, Irian Jaya sampai akhirnya di tahun 2000, mendiang Presiden ke-4 Gus Dur mengembalikan namanya menjadi Papua dan terus dipakai hingga kini.

"Banyak orang Indonesia belum mengenal betul papua dan manusianya, karena letaknya yang jauh. Tapi bagi mereka yang pernah berkunjung ke Papua, pasti jatuh cinta dengan pengalaman yang berkesan," terang Hari.

Menurut Hari, Papua punya banyak cerita dan sejarah. Alam dan budayanya pun tiada dua, menanti traveler untuk datang dan menjelajahinya.

"Sentuhlah orang Papua dengan hati, maka kamu akan mendapatkan cinta dan kasih dari orang Papua," katanya.