Selasa, 31 Desember 2019

Kisah Naskah Proklamasi Versi Sjahrir & Tugu Kemerdekaan di Cirebon

Sejarah mencatat, Cirebon merdeka lebih dulu dari Jakarta dengan Naskah Proklamasi dari Sjahrir. Tugu Proklamasi Cirebon jadi saksi sunyi peristiwa itu.

Tanggal 15 Agustus 1945 merupakan hari bersejarah bagi Cirebon. Tepat 74 tahun lalu, tokoh nasional dr Soedarsono memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Dia adalah dokter di RS Oranje yang sekarang bernama RSUD Gunung Jati.

Dia kemudian menjadi Mendagri pada Kabinet Sjahrir II. dr Soedarsono juga merupakan ayah dari mantan Menteri Pertahanan (Menhan) era Presiden SBY, Juwono Soedarsono.

Pembacaan naskah Proklamasi dilakukan di Alun-alun Kejaksan Cirebon pada 15 Agustus 1945, dua hari sebelum Sukarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Tanda dari pembacaan proklamasi itu adalah sebuah Tugu Proklamasi di perempatan Kejaksan, Cirebon. Sebuah tugu yang pelan-pelan juga dilupakan oleh orang Cirebon sendiri.

detikcom mengunjungi tugu itu, Jumat (16/8/2019). Hampir tidak ada tanda bahwa itu adalah monumen yang sangat penting. Sebuah prasasti terpasang di sana, sepertinya menunjukan pengakuan Presiden Sukarno pada tahun 1946, terhadap apa yang dilakukan dr Soedarsono dan tokoh pemuda di Cirebon.

"Batoe pertama diletakkan pada tanggal 17-VIII-1946 Djam 10.30 oleh P. Toean Presiden Bersama Ketua Dewan Perdjoeangan Daerah Tjirebon sebagai lambang persatoean antara pemerintah dan ra'jat dalam perdjoeangan menegakkan Republik Indonesia yang 100 % merdeka," begitu tulisan pada prasasti.

Sejarawan dan budayawan Cirebon, Nurdin M Moer menyebutkan Soedarsono tergabung dalam kelompok Sutan Sjahrir. Memang waktu itu terjadi pergolakan-pergolakan untuk memproklamasikan bangsa Indonesia.

"Kemudian, muncul dari kelompok Sjahrir yang mendelegasikan Soedarsono untuk membacakan Naskah Proklamasi di Alun-alun Cirebon, sekarang jadi Alun-alun Kejaksan," kata Nurdin saat berbincang dengan detikcom di kediamannya di Perumnas Cirebon, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon.

Nurdin menyebutkan sejumlah literatur juga menyebutkan adanya pembacaan proklamasi di Cirebon, yang lebih awal dibandingkan proklamasi kemerdekaan di Jakarta. Nurdin menyebutkan Soedarsono membacakan Naskah Proklamasi setelah mendapatkan kabar dari Sjahrir tentang pemberitaan Jepang yang menyerah kepada sekutu.

"Soedarsono melakukan hal itu setelah menerima berita dari Syahrir, bahwa Radio BBC London memberitakan tentara Jepang telah menyerah kepada sekutu pada 14 Agustus 1945," kata Nurdin.

Selain sejumlah literatur, Nurdin juga mengaku saat remaja pernah diceritakan tentang terjadinya pembacaan naskah proklamasi yang dilakukan Soedarsono oleh ayahnya, Moch Hasyim. Saat itu, lanjut Nurdin, ayahnya tinggal tak jauh dari Alun-alun Kejaksan.

"Kebetulan saksi mata bapak saya sendiri. Tinggalnya 200 meter dari alun-alun, ya sehingga bisa cerita kepada saya. Hanya dihadiri puluhan orang," katanya.

Selain memproklamirkan kemerdekaan di Alun-alun Kejaksan, kelompok Syahrir juga membacakan naskah Proklamasi di Alun-alun Ciledug Cirebon. Nurdin menyayangkan Naskah Proklamasi versi Sjahrir yang dibacakan Soedarsono itu hilang.

"Sekarang tidak tahu, apakah naskah versi Syahrir atau sama seperti yang Sukarno bacakan. Kita pernah cari tahu tapi tidak ketemu, kita cari di Arsip Nasional dan daerah tak ketemu," katanya.

Selain kehilangan naskah, dikatakan Nurdin untuk membuktikan secara detil pembacaan naskah tersebut juga sulit karena kehilangan saksi hidup. Terlebih lagi, teks Proklamasi yang dibacakan Soedarsono itu tak begitu mendapat sambutan dari masyarakat.

"Ini terjadi karena Proklamasi tersebut lahir dalam friksi ideologis di kalangan pemuda pergerakan dan ketidakberdayaan Sjahrir untuk membujuk Bung Karno dan Bung Hatta mempercepat Proklamasi. Di samping itu juga pamor Bung Karno di mata rakyat lebih kuat dibandingkan Sjahrir. Sehingga, Proklamasi di Cirebon tidak bergema di seluruh Nusantara," katanya.

Wisatawan yang mengisi libur HUT Kemerdekaan RI di Cirebon, coba yuk mampir melihat tugu proklamasi Cirebon ini. Letaknya dekat sekali dengan Masjid Agung At Taqwa dan Alun-alun Kejaksan. Tinggal mendekat ke lampu merah, tugu itu berdiri sendirian di sana, menunggu untuk kembali dikenali oleh para anak bangsa.

Mengunjungi Summer Palace China, Tapi di Musim Dingin

Mengunjungi Summer Palace di Beijing, China, enaknya saat musim panas. Namun, musim dingin ke sana pengalamannya sangat berbeda.
Semula, saya tidak pernah membayangkan bisa berwisata ke negeri China, secara gratis pula. Namun kesempatan itu ternyata datang kepada saya. Ya, karena berhasil melampau target penjualan sebuah produk, saya memperoleh reward berupa free trip ke China.

Tentu saja dalam hal ini yang memperoleh reward tidak cuma saya, ada yang lain juga yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Kami berangkat menggunakan biro perjalanan. Sehingga dari awal kami sudah diinformasikan itinerarynya termasuk kostum yang harus kami kenakan, dan peraturan apa saja yang harus kami patuhi. Untuk kostum inilah yang amat sangat ditekankan.

Waktu itu kami direncanakan berangkat bulan Maret. Berdasar informasi yang kami dapatkan, suhu udara di China waktu itu merupakan peralihan dari musim dingin ke musim semi. Jadi meskipun salju sudah tidak banyak terlihat, namun suhu dingin masih terasa. Bahkan berdasar perkiraan cuaca, suhu bisa mencapai -4 °C sehingga kami disarankan untuk memakai baju untuk musim dingin.

Karena baru pertama kali pergi ke negara 4 musim, tentu saja saya menjadi sedikit heboh berbelanja dan saya pun harus merogoh kocek lumayan dalam untuk membeli beberapa coat musim dingin. Dari itinerary yang saya dapatkan, beberapa tempat yang akan kami datangi salah satunya adalah Istana Musim Panas (Summer Palace). Sebuah istana megah yang berlokasi 15 km dari kota Beijing dan dibangun pada tahun 1115 M oleh Dinasti Qing. Istana ini dibangun untuk peristirahatan kaisar dan keluarganya di musim panas.

Konon di China, musim panas kadang suhunya tidak terduga. Kadang panasnya sangat ekstrem, sehingga mengganggu aktivitas keseharian masyarakatnya. Oleh karena itu, demi kenyamanan keluarganya, kaisar dari Dinasti Qing mendirikan istana khusus dengan memilih lokasi di wilayah yang suhunya sejuk dan nyaman.

Melihat latar belakang pembangunannya yang memang untuk antisipasi pada saat musim panas datang, maka idealnya, mengunjungi Summer Palace ini paling tepat adalah di musim panas. Karena kita akan merasakan udara sejuk dan nyaman dengan panorama indah menawan.

Tapi berhubung waktu itu saya mendapat paket wisata gratis, di mana perusahaan yang memberikan reward akan mendatangkan rombongan trip secara bergelombang, maka penjadwalan telah dilakukan sedemikian rupa. Dan kebetulan saya masuk di rombongan yang paling awal datangnya, dimana musim dingin belum benar-benar berakhir. Walhasil ketika kami sampai ke Summer Palace, udara dingin benar-benar menggigit dan menimbulkan efek kebas di tangan. Angin pun lumayan kencang, membuat kulit muka seperti mati rasa.

Dibutuhkan waktu sedikit lama untuk beradaptasi, apalagi bagi saya yang baru pertama merasakan suhu dingin yang ekstrem menyentuh kulit saya. Untungnya waktu itu saya membawa hot pack winter, sehingga lumayan memberi rasa nyaman dan membantu mengusir hawa dingin.

Meskipun harus menahan dingin dan sedikit menggigil, tetapi saya tetap dapat menikmati suasana dan panorama indah di sana. Pohon-pohon yang unik, danau dan jembatan yang membentang di atasnya, beserta bangunan di sekelilingnya sangat cukup untuk membuktikan istana musim panas di China ini adalah sebuah istana yang megah dan indah.

Sehingga tidak heran jika pada tahun 1998, Summer Palace ditetapkan oleh UNESCO sebagai situs warisan dunia yang pernah juga disebut The Museum of Royal Garden. Hanya saja karena suhunya yang tidak terkira dinginnya, saya tidak bisa banyak mengeksplorasi situasi di sana. Cukuplah foto-foto yang ada ini memberi saksi betapa indahnya Summer Palace ini, sekaligus sebagai bukti kalau saya sudah pernah sampai di tempat ini. Semoga suatu saat nanti bisa kembali mengunjungi.

Kalau dulu saya tidak pernah bermimpi bisa ke China tapi akhirnya bisa sampai ke sana, saat inipun saya bermimpi bisa mengunjungi Dubai. Saya penasaran ingin menikmati air mancur menari dan melihat sebuah pulau berbentuk pohon palm bernama Palm Island yang konon dibuat dengan menimbun lautan. Semoga impian saya bisa terwujud ya.