Selasa, 17 Desember 2019

Yang Hangat dan Renyah dari Lembang

Liburan ke Lembang, jangan pulang dengan tangan hampa. Salah satu oleh-olehnya yang bisa kamu bawa pulang adalah Tahu Tauhid yang hangat dan renyah.

Setiap daerah di Indonesia tentu mempunyai makanan khas yang nikmat. Tidak terkecuali dengan Kawasan wisata Lembang, yang memiliki tahu sebagai salah satu makanan khas dan oleh-oleh yang bisa dinikmati. Salah satu yang sudah cukup terkenal di kalangan wisatawan adalah Tahu Tauhid.

Di Lembang, Tahu Tauhid hanya membuka dua outlet, pusatnya yang berlokasi di Jalan Cijeruk No 113 dan cabang yang berlokasi di Jalan Sesko AU N. 20 atau tidak jauh dari wisata bergaya cowboy, De Ranch.

Usaha tahu Tauhid dimulai sejak tahun 1985 oleh almarhum Bapak Oteng Junaedi dan produk tahunya hanya di jual di pasar dan belum bernama Tahu Tauhid. Namun seiring berjalan waktu karena banyaknya pelanggan yang menggemari tahu ini, usaha ini semakin berkembang sampai sekarang.

Tidak hanya tahu yang diproduksi oleh Tahu Tauhid, ada juga aneka produk olahan kedelai yang lain, seperti tempe, tempe gembos, sari kedelai, dan masih banyak lagi. Untuk tahu dijual mulai dari sepuluh potong seharga Rp 8.000, semakin besar kelipatannya harganya tentu semakin murah. Tapi tahunya masih mentah ya traveler.

Baik pusat maupun cabang Tahu Tauhid buka mulai pukul 07.00 pagi, dan tidak lama setelah buka, antrean pelanggan mulai memadati counter penjualan. Jika dibandingkan dengan tahu pada umumnya, harus saya akui teksturnya lebih lembut dan harum, sehingga baik di goreng, di rebus atau di olah menjadi aneka masakan pun rasanya menjadi sangat lezat.

Jika traveler ingin sekedar bersantai dan melepas lelah pun, tersedia juga area food court yang menyediakan aneka hidangan yang pastinya lezat. Kalau penasaran dan ingin langsung mencoba kenikmatan tahu ini, tidak perlu kuatir, sebab tersedia juga tahu goreng yang bisa langsung kamu nikmati.

Terbayang kan, sejuknya hawa pegunungan Lembang dipadukan dengan kehangatan dan kelembutan tahu, merupakan kombinasi yang sempurna.

Petualangan Menjejaki Atap Sumatera Barat, Gunung Talamau

 Terkadang yang menarik dari sebuah perjalanan bukanlah ketika kita sampai di tempat tujuan, tapi cerita yang mengiringi perjalanan tersebut. Kadang tragedi saat perjalanan itu akan menjadi sebuah komedi yang membuat kita tersenyum, tergelak tawa saat mengingatnya.
Itu lah yang kadang membuat kita rindu dan candu untuk terus berjalan. Salah satu cerita seru yang pernah saya alami saat mendaki atap Sumatra Barat, Gunung Talamau bersama teman saya Baim.

Gunung Talamau mungkin tidak sepopuler gunung-gunung di Jawa, Sumatra atau di pulau-pulau Indonesia lainnya. Tingginya pun terbilang di bawah 3.000 mdpl. Tapi siapa yang sangka ternyata Talamau membuat saya dan teman saya menangis dan rasanya kapok, cukup sekali saja mendakinya.

Selain saya akan menceritakan kesulitan dalam pendakian ini, cerita-cerita dibalik pendakian ini juga seru dan menarik ingin saya bagikan. Mulai dari saya dan sahabat saya Baim harus menumpang mobil bis kecil menuju simpang empat dari kota Padang kurang lebih 3 jam. Sesampainya di Simpang empat, hari sudah malam. Sudah tidak ada angkutan umum lagi menuju base camp. Saat itu sudah jam 9 malam. Sempat bingung bagaimana kami akan ke base camp. Tiba-tiba Baim ditawari menumpang mobil yg kebetulan melewati base camp. Sebut saja uda X, dengan ramah uda X dan dua orang rekannya menawari kami. Saya dan Baim pun menyambut tawaran baik ini dengan senang hati.

Tak menunggu waktu lama, kamipun masuk ke mobil berjejal dengan barang bawaan rasanya sangat sempit, bernapaspun rasanya susah. Kami sempat berhenti di SPBU untuk mengisi bahan bakar. Kurang dari satu jam kami pun sampai dan diturunkan di pinggir jalan dekat base camp. Tak di sangka, si uda dan temannya memintai kami ongkos sebesar Rp 150.000. Mau tidak mau kami harus memberinya dari pada rebut. Dalam kesepakatan awal juga tidak ada pembicaraan ongkos, kami piker karena searah dan uda x yang menawari kami tumpangan jadi kami piker itu gratis, tapi ternyata tidak dan itu ongkos yang sangat mahal karena saat di basecamp dan bertanya dengan uda Andri (pengelola basecamp pendakian) jika naik ojek paling mahal bayar Rp 10.000, atau jika naik bis atau angkot Cuma bayar Rp 5.000. Jaraknya pun dekat saja dari simpang empat ke basecamp.

Senja Merah Merona dari Desa Sawarna (2)

Gua Lalay

Objek wisata yang pertama kami datangi adalah Goa Lalay. Untuk menuju goa lalay ini, kami kembali harus menyebrangi jembatan gantung dengan pemandangan sungai yang mengalir bersih, plus menyusuri pematang sawah yang sangat elok hijau nan ciamik; naturally insta-genic deh pokonya.

Tiba di mulut goa Lalay, antara yakin gak yakin saya mengikuti aba-aba Friko untuk melepas dan menjinjing sandal yang saya pakai lalu menundukkan badan sambil berjalan maju menuju akses masuknya yang agak tersembunyi dan setengah terendam air.

Masuk dan menyusuri jalan dialiri air, secara natural panca indera kita akan terbiasa untuk menyesuaikan dengan keadaan sekitar, yang gelap, lembab dan berbau khas, yang katanya adalah bau dari penghuni goa tersebut yang adalah kelalawar (Lalay / Bahasa Sunda = kelalawar).

Jalannya yang berkelok-kelok, bercabang dan cenderung mengecil, membuat goa yang berstalaktit dan berstalakmit ini sulit untuk di-explore lebih dalam. Hingga pada suatu sudut, setelah mengambil beberapa foto bersama, kami memutuskan untuk berbalik arah dan menyudahi jalan-jalan wisata gelap ini.

Pantai Ciantir dan Pantai Tanjung Layar

Sore hari adalah waktu yang pas untuk jalan-jalan ke Pantai Ciantir. Gelombang ombaknya yang deras seolah memanggil siapa saja yang berada di sekitarnya untuk mendekat, hingga akhirnya gak ada yang bisa menahan diri untuk tidak membasahi sebagian anggota badan, demi merasakan sapuan gelombang ombak di atas pasir pantai yang masih bersih dan tertata rapi itu.

Ombaknya yang deras dan tinggi memang seolah sengaja menghalangi kita untuk bermain-main air dengan bebas, tapi Pantai Ciantir ini sangat pas untuk kamu yang ingin menikmati pesona pantai dengan pemandangan perahu-perahu nelayan yang diselingi pemandangan hijau; ladang dan ilalang. Cocok untuk bikin vlog!

Sekitar kurang lebih 2 Km melangkah dari Pantai Ciantir tadi, kita akan sampai di Pantai Tanjung Layar, yang kesohor dengan sunset view-nya yang super cakep. Kamu akan teryakini telah tiba dan berada di pantai Tanjung Layar, kalau kamu bisa menemukan batu layar yang cukup tinggi dan juga barisan karang pemecah ombak seperti di gambar.

Di sana kamu bisa melihat banyak fotografer yang berburu foto mengabadikan sunset, dan juga banyak orang lainnya, baik itu berkelompok, berpasangan atau sendiri; sedang berpose semaksimal mungkin di depan kamera dengan latar batu layar atau sunset view, seperti pose mode siluet kami contohnya!

Pantai Legon Pari

Jika pagi hari telah tiba di Desa Sawarna, ada satu kegiatan cukup melelahkan namun seru dan penuh tantangan yang wajib untuk dilakukan: trekking ke Pantai Legon Pari, pantai yang terletak tepat di belakang bukit-bukit Desa Sawarna.

Untuk menuju ke sana, perlu perjuangan ekstra; mendaki bukit, melewati areal persawahan yang berlumpur, sungai kecil dan juga turunan-turunan jalan setapak sempit curam yang memacu adrenalin. Tips: gunakan sandal gunung, tinggalkan sandal jepit kesayanganmu di homestay bila tidak ingin talinya terputus di tengah perjalanan.

Percayalah hai netizen yang budiman, perjuangan ekstra tadi akan terbayarkan dan rasa lelah akan berubah menjadi perasaan lega dan kagum ketika pemandangan surga tersembunyi yang ada di balik bukit tersebut sudah ada di depan mata kita.

Berdiri di tepi pantai Legon Pari, kamu akan menemukan pantai pasir putih yang menakjubkan dengan gradasi warna air laut yang sangat indah, karang yang alami dan lautan yang aman untuk berenang. Yuk nyeburr!!

Dua Hari Satu Malam di Sawarna ini bisa jadi pilihan jalan-jalan yang pas buat short escaping menghilangkan kepenatan sehari-hari.